Selasa, 02 November 2010

Gereja dan Panggilannya

Pendahuluan
Sesuai dengan judulnya, maka dalam tulisan ini kita akan melihat siapa gereja itu dan apa tugas atau tujuan kehadirannya di dunia ini. Dalam pokok yang pertama akan dibahas pengertian, dasar Alkitab, dasar dan siapa gereja itu; kemudian dalam bagian yang kedua tujuan gereja.

1. Gereja.

Pengertian
Kata ‘gereja’ (Inggris: church, Skotlandia: kirk, Jerman: kirche, Belanda: kerk) berasal dari dua kata Yunani yang berbeda: kuriakos dan ekklesia. Meskipun begitu, kata ‘gereja’ atau ‘jemaat’ sebagai orang percaya selalu merupakan terjemahan dari kata ekklesia, yang berarti persekutuan atau kumpulan. Dalam bahasa Indonesia, sebutan ‘gereja’ dapat menunjuk baik kepada gedung maupun kepada orang percaya. Kata ekklesia sendiri sebenarnya masih dapat dibagi lagi menjadi dua: ek, ‘ke luar’ dan kaleo, ‘memangil’. (meskipun ada yang tidak setuju, misalnya E. G. Singgih dan James Barr, toh argumentasi mereka kurang tepat secara etimologis). Kata ini dahulu dipakai untuk menunjuk kepada pemanggilan keluar rakyat dari rumah mereka untuk satu pertemuan sosial atau tentara untuk berperang. Yesus dan para rasul kemudian memakai kata ini untuk menunjuk kepada persekutuan orang-orang percaya, yakni mereka yang telah dipanggil ke luar dari dosa dan kejahatan, yang berarti kematian kekal, kepada kelepasan dan terang yang disediakan Allah, yang berarti kehidupan kekal.

Dasar Alkitab
Sejak kapan gereja mulai ada? Ada yang menjawab sejak masa PL. Ada yang bilang sejak masa Yesus. Yang lain lagi katanya sejak Pentakosta. Lalu mana yang benar atau yang alkitabiah?
Dari definisi di atas, jelaslah bahwa gereja sudah ada sejak PL, yakni di dalam Israel. Meskipun begitu, Gereja pada zaman itu tidak sama dengan Israel, karena selalu ada orang Israel (kadang-kadang mayoritas) yang bukan keturunan Abraham secara rohani (Rm. 9:6-8). Secara khusus ada dua kata yang dipakai untuk menunjuk Israel sebagai jemaat Allah: ‘ēdah dan qāhāl . Keduanya berarti ‘pertemuan yang ditentukan’, ‘jemaat’ (‘congregation’). Kata yang pertama terutama dipakai dalam Keluaran s/d Bilangan, sedangkan yang kedua dalam Tawarikh, Ezra, dan Nehemia. Dari sudut pandang sejarah keselamatan (historia revelationis), kita dapat melihat bahwa cikal bakal Gereja dalam Perjanjian Baru sudah ada dalam Perjanjian Lama. Allah mulai dengan Habel/Set, Nuh, Abraham, Israel (PL), kemudian segala bangsa (PB).


Dasar gereja
Jadi, gereja sudah ada sejak PL. Pertanyaannya kemudian apa dasarnya? Dalam Efesus 4:11-12 kita membaca bahwa Kristus telah mengaruniakan kepada jemaat ‘baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar’ dengan tujuan ‘memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan bagi pembangunan tubuh Kristus’. Keduanya, rasul dan nabi, disebut Paulus sebagai ‘dasar gereja’ dengan Kristus sebagai batu penjuru (Ef. 2:20, bnd. Mzm. 118:22; Yes. 28: 16; Mat. 21:42; Kis. 4:11; 1Ptr. 2:6-7; Why. 21:14). Dalam Matius 16:18 Yesus mengatakan bahwa Ia akan mendirikan ekklesia-Nya ‘di atas batu karang ini’. Siapakah batu karang yang dimaksud Yesus masih dalam diskusi. Meskipun begitu, batu karang ini tidak lain adalah para rasul. Bukan di atas mereka sebagai pribadi gereja Tuhan berdiri, melainkan di atas ajaran mereka tentang Yesus Kristus atau Injil. Berdasarkan ayat-ayat ini jelaslah bahwa dasar Gereja adalah ajaran para rasul tentang Yesus Kristus, bukan institusi, orang atau budaya tertentu.

Siapakah gereja itu
Gereja adalah orang-orang percaya, yakni mereka yang ber-TUHAN-kan Yesus Kristus, tunduk di bawah otoritas-Nya, tinggal di dalam Dia dan berbuah untuk kemuliaan Allah (Yoh. 15:1-17). Oleh Paulus mereka ini disebut ‘orang-orang kudus’, tubuh Kristus’ (Ef. 4:12); ‘keluarga Allah’ (Ef. 2:19; 1Tim. 3:11) dan oleh Petrus ‘rumah rohani, imamat yang kudus’ (1Ptr. 2:5); ‘bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri’; orang-orang ‘yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan’ (1Ptr. 2:9-10). Metafor-metafor untuk Gereja ini sangat positif. Sayang seribu sayang, praksis atau kehidupan Gereja dari era ke era, dari tempat dan budaya yang satu ke yang lain sangat bertolak belakang: kacau, kurang peduli, lemah bersaksi dan gagal mengasihi.

2. Panggilan Gereja

Gereja dipanggil untuk ‘memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib’ (1Ptr. 2:9). Perbuatan-perbuatan yang besar ini bersifat holistik. Artinya gereja dipanggil tidak hanya untuk mengajak orang ke sorga tetapi juga untuk menolong sesama hidup sehat, cukup dan ‘melek’ huruf. Dengan kata lain gereja dipanggil untuk membawa transformasi secara rohani dan jasmani. Gereja tidak dipanggil untuk pelayanan mimbar semata tetapi juga untuk pelayanan sosial. Gereja hadir untuk tiga tujuan. Pertama, untuk menyembah Allah (Ef. 1:12; 5:19). Kedua, melayani orang percaya (membangun jemaat) dan ketiga, melayani dunia (penginjilan dan pelayanan kasih).

Penutup.

Gereja adalah orang-orang yang telah keluar dari kehidupan lama, dosa, yang berarti maut dan masuk ke dalam kehidupan baru, terang Kristus, yang berarti kehidupan kekal. Gereja yang benar adalah gereja yang berdiri di atas ajaran para rasul, yang tidak bertujuan untuk mencari nama, membesarkan diri dan mengejar kekuasaan politis. Sebaliknya yang menghamba kepada Allah dan mewajibkan diri untuk melayani sesama. Gereja hadir di dunia untuk bersaksi dan beraksi, berothoksi dan berorthopraksis. Dalam edisi berikut, kita akan melihat panggilan gereja secara lebih mendalam. Laus Deo!

Tuhan Mencari Buah

(Yohanis 15:1-1)

Rasul Yohanis menghabiskan 5 pasal, 13 – 17, dari Injil yang ditulisnya untuk menceritakan saat-saat menjelang peristiwa salib. Sejak Perjamuan Malam, dalam rangka perpisahan itu (13:1-30), terjadilah beberapa seri percakapan antara Yesus dan murid-murid-Nya (13:31-16:33, yang kemudian diakhiri dengan berdoa untuk mereka (17:1-26)). Pasal 15 termasuk salah satu dari pasal-pasal perpisahan itu, yang juga sering disebut sebagai literatur imanen.

Pergi dan Berbuah
Dari + 20 kata kerja dalam ke – 17 ayat bacaan kita, hanya ada satu kata kerja imperatif, yaitu meinate , ‘tinggallah’, ‘abide’ (ay. 4, 9) dari kata meno. Relasi antara Yesus dengan murid-murid-Nya dijelaskan dengan kata ini. Pertanyaan kita, tentunya, adalah mengapa Yesus menjelaskan relasi antara Dia dan murid-murid-Nya melalui perintah untuk tinggal di dalam Dia? Setidak-tidaknya, ada tiga hal yang hendak diajarkan Yesus kepada murid-murid-Nya dalam perintah ini.

Pertama, Yesus menekankan kebergantungan yang mutlak, absolut independence, dari para murid kepada-Nya. Hal itu dijelaskan-Nya melalui ilustrasi pokok anggur dan ranting. Jika para rasul mau menjadi murid yang sejati, mencapai tujuan panggilan mereka, mereka harus bergantung kepada-Nya; dalam bahasa Paulus: ‘... berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia ...’ (Kol. 2:7). Dengan kata lain, andalan mereka demi menjadi murid yang berhasil adalah Yesus, bukan pengalaman mereka sebagai pengusaha ikan dan nelayan profesional.

Kedua, perintah ini erat kaitannya dengan pengharapan akan ‘buah’. Dalam PL kebun anggur atau anggur adalah simbol untuk umat Perjanjian, Israel. Lihat misalnya dua vineyard songs dalam Yesaya 5:1-7; 27:2-6; bnd. Mzm. 80:8-16; Yer. 2:21; 6:9; 12:10-13; Yeh. 15:1-8; 17:-5-10; 19:10-14; Hos. 10:1-2; 14:7). Oleh karena tujuan keberadaan anggur ialah untuk menghasilkan buah, maka ketika Allah, secara simbolis, melihat Israel sebagai kebun anggur, Ia mengharapkan buah. Sayang, mengharapkan buah dari Israel ibarat pungguk merindukan bulan; maka ketika Israel ditipekan sebagai anggur, bukan keberbuahan melainkan kemandulan merekalah yang hendak disoroti (Beale & Carson, 2007). Berseberangan dengan kegagalan Israel, Yesus menyebut diri-Nya pokok anggur yang benar. Ia berhasil memenuhi harapan Allah yang gagal dipenuhi Israel, menghasilkan buah yang tidak dijumpai pada umat Israel. Sebagai anggur paradigmatis, Yesus memenuhi tujuan Allah untuk Israel: menghasilkan buah. Sama seperti Yesus, yang telah memenuhi harapan Bapa – ‘berbuah’, demikianlah sekarang Ia mengharapkan murid-murid-Nya pergi dan menghasilkan buah yang tetap (ay. 16).

Tetapi bagaimana caranya supaya para rasul dapat memenuhi harapan Yesus, guru mereka? Mereka harus tinggal di dalam Yesus dan kasih-Nya. Itulah syarat untuk berbuah, yang sekaligus menjadi makna ketiga dari meinate. Yesus menegaskan hal ini dalam ayat 4 – 8. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah terlepas dari pokoknya, demikianlah para murid jika mereka terpisah dari Yesus. Jika mereka tinggal di dalam Yesus, mereka akan berbuah banyak (ay. 5) dan doa-doa mereka akan didengar (ay 7), namun jika mereka terlepas dari Yesus, mereka akan dibuang ke luar, menjadi kering, dikumpulkan, dicampakkan ke dalam api kemudian dibakar (ay. 6). Israel gagal menghasilkan buah, karena ketegartengkukan dan ketidaksetiaan mereka terhadap Allah dan perjanjian-Nya. Ketidaksetiaan Israel telah membuat mereka menjadi anggur yang ‘mandul’. Yesus tidak menghendaki para murid-Nya menapaki jejak nenek moyang mereka.

Bukan hanya konfesi, melainkan juga misi, ...
Yesus menghendaki supaya murid-murid-Nya tinggal di dalam Dia dan kasih-Nya agar mereka dapat menghasilkan buah. Para rasul telah mengalami dan memiliki kasih yang menyelamatkan dari Bapa melalui Anak. Dengan kata lain Anak telah berbuah bagi Bapa. Para rasullah buah-buah itu. Sekarang giliran para murid. Mereka tidak hanya dipanggil untuk menjadi pengikut Yesus, tetapi juga menjadikan orang lain pengikut Yesus. Itulah ‘buah’ yang diharapkan dari mereka.
Mereka telah memenuhi harapan ini dengan baik. Mereka sudah tidak ada lagi. Tetapi ini tidak berarti perintah itu pun tidak ada lagi dan harapan Yesus untuk mendapatkan buah telah hilang. Perintah dan harapan itu sekarang ditujukan kepada Gereja; maka jika Gereja tidak menghasilkan buah, ia akan ‘dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar’ (ay 6). Tuhan dapat memakai tangan orang-orang yang tidak percaya untuk melakukan hukuman ini, seperti yang pernah dikerjakan-Nya terhadap bangsa Israel, yakni melalui Asyur dan Babel.
Meskipun Yesus menghendaki murid-murid-Nya berbuah, tetapi berbuah bukanlah tujuan akhir. Dalam ayat 8 disebutkan bahwa perintah untuk berbuah itu memiliki dua tujuan, yaitu supaya Bapa dipermuliakan dan supaya menjadi nyata bahwa mereka adalah murid-murid-Nya. Tujuan yang kedua ini mengindikasikan bahwa menjadi murid Kristus bukan hanya soal mengaku melainkan juga masalah kerja, bukan hanya soal konfesi melainkan juga misi, bukan hanya soal koinonia melainkan juga marturia, bukan hanya soal orthodoksi melainkan juga orthopraksis.

Yang terakhir yang terpenting.
Yohanes 15:1-17 adalah Amanat Agung versi Yohanes. ‘jadikanlah semua bangsa murid-Ku’ (Mat. 18:19) sama dengan ‘... pergi dan menghasilkan buah’ (Yoh. 15:16). Amanat Agung dalam Matius 28 dimulai dengan kalimat ‘segala kuasa ... telah diberikan kepada-Ku’ (ay. 18). Kalimat ini sama maknanya dengan ‘Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang telah memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu ...’ (Yoh. 15:16). Di dalam Injil Markus kita bertemu dengan perintah yang sama dalam pasal 16:15; lalu dalam Injil Lukas kita dapat membacanya dalam pasal 24:47-48.
Seberapa pentingkah ayat-ayat ini? Dalam catatan awal telah disebutkan bahwa Yohanis 15 adalah salah satu dari pasal-pasal perpisahan dalam Injil Yohanes. Demikian jugalah dalam ketiga kitab Injil lainnya perintah ini disampaikan dalam perikop-perikop perpisahan. Dalam tradisi orang Yahudi, apa yang terakhir dari sang rabi menjadi yang terutama bagi sang murid. Terbiasa dengan tradisi seperti ini, para rasul tentu sadar bahwa perintah Yesus menjelang perpisahan-Nya dengan mereka adalah sesuatu yang harus mereka utamakan atau prioritaskan. Bukan hanya itu: urgensi dan keutamaan perintah ini pun tersingkap dalam kenyataan bahwa semua kitab Injil memuatnya. Tidaklah mengherankan bahwa nyawa mereka sendiri pun tidak disayangkan. Mereka menjadi martir demi ketaatan mereka kepada amanat Sang Guru. Bagaimana dengan kita, gereja saat ini? Apa prioritas kita? YESUS MENGHARAPKAN KITA BERBUAH BAGI KEMULIAAN ALLAH. Harapan Yesus haruslah prioritas kita.

Soli deo gloria