Minggu, 22 Januari 2012

Roh Kudus adalah Arrabon

Orasi ilmiah[1]

Pendahuluan

Sudah merupakan kebiasaan akademis bahwa dalam acara wisuda ada orasi. Dan saya merasa terhormat mendapat kepercayaan untuk menyampaikannya.
Tema orasi ini berkaitan dengan pribadi ketiga dalam Tritunggal yaitu Roh Kudus, namun perhatian kita tidak kepada pribadi Roh Kudus tetapi kepada peran-Nya. Itu pun tidak semua peran tetapi hanya satu, yaitu arrabon. Kita mulai dengan melihat istilah arrabon itu secara terminologis-historis. Hal ini penting untuk mengetahui apakah istilah ini khas alkitabiah dalam pengertian hanya dikenal dalam Alkitab ataukah merupakan kata pinjaman dari ‘dunia’ di luar. Setelah itu kita akan melihat pemakaian istilah ini dalam konteks kemunculannya dalam Alkitab. Seperti yang akan kita lihat nanti, arrabon tidak hanya muncul dalam 2 Korintus 5:5, tetapi juga di beberapa tempat yang lain. Oleh karena itu perhatian kita tidak akan tertuju hanya kepada 2 Korintus 5:5, tetapi juga kepada ayat-ayat lain di mana istilah ini muncul. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang komprenhensif mengenai tema kita: ROH KUDUS JAMINAN KITA. Dan sebagai yang terkhir orasi ini akan ditutup dengan kesimpulan dengan memperhatikan soteriologi Paulus yang bersifat eskatologis.

Definisi Istilah
Sebelum membahas tema ini, kita perlu melihat istilah arrabona terlebih dahulu. Arrabona (bentuk akusatif dari arrabon) adalah sebuah konsep legal yang dipinjam dari rumpun bahasa Semit, erabon. Pemakaian kata ini cukup jarang[2] dan memiliki beberapa pengertian antara lain: 1) suatu penetapan yang dengannya seseorang menjamin suatu klaim legal atas sesuatu yang belum dibayar; 2) uang muka, tanda jadi yang dengannya suatu kontrak dinyatakan valid; 3) dalam Kejadian 38:17-20, suatu jaminan. Meskipun istilah ini memiliki lebih dari satu arti atau makna, ada satu unsur yang selalu ada dalam setiap arti yaitu ‘pembayaran’.[3] Hal ini tidaklah mengherankan sebab arrabona adalah istilah ekonomis. Istilah ini biasanya dipakai dalam dunia komersial.[4]
Di dalam Perjanjian Baru, istilah ini muncul tiga kali, dari pena satu orang saja yaitu Paulus dan hanya dalam 2 suratnya: 2 Korintus dan Efesus. Karena itu dapat dikatakan bahwa, dalam konteks Perjanjian Baru, Pauluslah yang memperkenalkan istilah ini. Hal ini pun tidak mengherankan karena Paulus pasti mengenal istilah ini dari latarbelakang keyahudiannya. Tetapi Paulus tidak hanya menyadur - dari erabon ke arrabon. Ia juga memberikan arti yang baru; bukan lagi komersial melainkan teologis. Ia memakainnya secara figuratif. Paulus tidak menghubungKan arrobon dengan barang-barang ekonomis tetapi dengan Roh Kudus.


Konteks pemakaian.

Perjanjian Lama
Musa memakai kata ini dalam cerita mengenai kemesuman dalam keluarga antara Yehuda dan Tamar, antara mertua dan menantu (Kej. 38). Yehuda memiliki tiga orang anak lelaki - Er, Onan dan Syela - hasil pernikahannya dengan seorang perempuan Kanaan yang bernama Syua. Yehuda menikahkan Er, anak sulungnya dengan seorang perempuan yang bernama Tamar. Namun Tuhan membunuh Er karena ia jahat di mata-Nya. Sesuai kebiasaan,[5] Yehuda meminta anaknya yang kedua untuk menjadi suami Tamar. Akan tetapi ia pun melakukan hal yang jahat di mata Tuhan dengan jalan membiarkan sperma terbuang saat bersenggema lantaran tidak mau memberi keturunan kepada Tamar atas nama kakaknya. Alhasil, Tuhan membunuhnya juga. Setelah dua peristiwa kematian ini, Yehuda pun menjadi takut untuk memberikan anaknya yang bungsu kepada Tamar, sebab secara diam-diam Yehuda telah memandang Tamar, menantunya, sebagai penyebab kematian kedua anaknya itu. Karena itu, ia menyuruh Tamar kembali ke rumah orangtuannya dengan alasan Syela belum cukup umur untuk dinikahkan. Ternyata sang ayah tidak lebih baik dari kedua anaknya (Kej. 38:6-11).
Ketika Tamar melihat bahwa mertuanya mengingkari janjinya[6] karena meskipun Syela sudah besar namun ia belum diberikan kepadanya untuk menjadi suaminya, maka ia pun menjebak mertua yang pada saat itu telah menjadi duda. Ketika mendengar bahwa mertuanya sedang dalam perjalan ke Timna dalam rangka menggunting bulu dombanya, Tamar menanggalkan pakaian kejandaannya dan menyamar sebagai seorang pelacur lalu duduk di gerbang masuk Enaim. Dan terjadilah cerita ini: “Ketika Yehuda melihat dia, disangkanyalah dia seorang perempuan sundal, karena ia menutupi mukanya. Lalu berpalinglah Yehuda mendapatkan perempuan yang di pinggir jalan itu serta berkata: "Marilah, aku mau menghampiri engkau," sebab ia tidak tahu, bahwa perempuan itu menantunya. Tanya perempuan itu: "Apakah yang akan kauberikan kepadaku, jika engkau menghampiri aku?" Jawabnya: "Aku akan mengirimkan kepadamu seekor anak kambing dari kambing dombaku." Kata perempuan itu: "Asal engkau memberikan tanggungannya, sampai engkau mengirimkannya kepadaku." Tanyanya: "Apakah tanggungan yang harus kuberikan kepadamu?" Jawab perempuan itu: "Cap meteraimu serta kalungmu dan tongkat yang ada di tanganmu itu." Lalu diberikannyalah semuanya itu kepadanya, maka ia menghampirinya. ...” (Kej. 38:15-18).
Kata yang diterjemahkan dengan ‘tanggungan’ adalah erabon. Terjemahan yang demikian mengaburkan makna kata itu. Terjemahan dalam Alkitab BIS LAI lebih tepat karena di sana kata erabon diterjemahkan dengan ‘jaminan’. Yehuda mau menghampiri menantunya yang menyamar jadi pelacur itu dengan upah seekor anak kambing. Tetapi karena anak kambing itu masih berada di padang, maka ia harus memberikan ‘tanda jaminan’ bahwa upah yang masih dalam bentuk janji itu akan diperolehnya. Bagi Tamar, jaminan itu adalah tanda kepastian atas janji yang masih ditunggu sedangkan bagi Yehuda jaminan itu adalah kewajiban. Jaminan itu mewajibkan dia untuk menenuhi janjinya.
Kita telah melihat bersama di atas bahwa erabon adalah a legal concept or term in a commercial world. Memang secara sepintas kita dapat melihat makna itu dalam cerita Yehuda dan Tamar ini. Tamar boleh dibilang mau mengkomersilkan tubuhnya dengan imbalan seekor anak kambing. Tetapi ini kesimpulan yang terlalu terburu-buru. Tamar menagih janji mertuanya dengan tubuhnya, tidak menjualnya. Jaminan yang diminta Tamar bukan dimaksudkan untuk mendapatkan kambing betina, malainkan janji mertuanya. Bukan nuansa ekonomis atau komersial melainkan nuansa etis[7] yang kelihatan di sini.

Perjanjian Baru
Pemakaian istilah ini oleh Paulus dalam PB bersifat figuratif. Dalam surat 2 Korintus dan Efesus Paulus menghubungkan arrabon dengan Roh Kudus. Lebih spesifik: Roh Kudus adalah arrabon itu. Di dalam 2 Korintus kata itu muncul dua kali yakni dalam 1:22 dan 5:5, sedangan dalam Efesus hanya sekali yaitu dalam 1:14. Untuk melihat apa maksud Paulus menyebut Roh Kudus sebagai arrabon, kita akan mengeksegesis ketiga ayat ini.

Pertama, 2 Korintus 1: 22
2 Korintus 1:22 berada dalam konteks argumentasi Paulus mengenai alasan mengapa ia menunda rencana perkunjungannya. Paulus menegaskan bahwa penundaan itu bukan atas kehendaknya sendiri melainkan atas izin Allah demi kebaikan mereka (ay 23-24). Manusia bisa plin-plan, sebentar ‘ya’ sebentar ‘tidak’, kata Paulus. Tetapai pada Allah hanya ada satu bagi semua janjin-Nya, yaitu ‘ya’; dan ‘Ya’ itu adalah Kristus! Dialah ‘ya’ dari semua janji Allah! Karena itulah kita mengatakan ‘amin’ oleh Kristus untuk memuliakan Allah (ay 17-20). Allah yang telah menjadikan Kristus sebagai ‘ya’ atas semua janji-Nya itu telah melakukan empat hal untuk Paulus dan jemaat di Korintus yaitu meneguhkan,[8] mengurapi,[9] memeteraikan[10] dan memberikan jaminan: “Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita” (ay 21-22).[11]
Berdasarkan tema, maka perhatian kita tertuju hanya kepada hal yang keempat yaitu dous ton arrabona, ‘telah memberikan jaminan’. Tetapi ini tidak berarti bahwa pembahasan kita menjadi gampang karena hanya meliputi satu aspek. Tidaklah mudah menempatkan ayat 22 dalam konteks pasal 1 sebab ayat ini berada dalam argumentasi Paulus mengenai alasan penundaan kunjungannya. Tafsiran ayat ini menjadi lebih sulit lagi lantaran penambahan ‘... dari semua yang telah disediakan Allah untuk kita’ oleh LAI. Frase ini tidak ada dalam naskah-naskah berbahasa Yunani.
Secara sepintas kelihatan gampang, karena kita dapat mengaitkan jaminan ini dengan rencana perkunjungan Paulus. Sama seperti Allah menjamin kepastian semua janji-Nya, demikianlah juga janji perkunjungan Paulus sebab janji Paulus bukan semata-mata berasal dari dia melainkan dari Allah juga. Ini jelas dari pertanyaan retoris Paulus dalam ayat 17: “Jadi, adakah aku bertindak serampangan dalam merencanakan hal ini? Atau adakah aku membuat rencanaku itu menurut keinginanku sendiri, sehingga padaku serentak terdapat "ya" dan "tidak"?” dan ‘sumpahnya’ dalam ayat 23: “Tetapi aku memanggil Allah sebagai saksiku Ia mengenal aku, bahwa sebabnya aku tidak datang ke Korintus ialah untuk menyayangkan kamu.”
Akan tetapi nampaknya bukan hanya itu. Ada dua alasan mengapa kita tidak dapat menempatkan ayat 22 dalam konteks ketertundaan perkunjunan sang rasul semata. Pertama, dalam ayat 5-11 Paulus berbicara tentang penderitaan ‘kami’ dan ‘kamu’.[12] Di pihak Paulus dan rekan-rekan sekerjanya, penderitaan itu demikian berat sehingga mereka telah mengalami keputusasaan akan hidup mereka bahkan merasa seolah-olah telah dijatuhi hukuman mati (ay 8-9). Teriakan perderitaan yang berat ini demikian kuat hingga lantunan lembut janji-janji Allah hampir-hampir terlumat olehnya. Dalam kondisi seperti ini, orang-orang Korintus perlu tahu bahwa ada jaminan dari Allah. Kedua, Paulus dan rekan-rekan sepelayannya dapat menanggung penderitaan yang demikian berat ini oleh karena pengharapan mereka di dalam Allah yang ‘telah dan akan menyelamatkan’ mereka dan ‘yang akan menyelamatkan ... lagi’ (ay 10). Dan semua ini diberikan Allah melalui Kristus: “Sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, demikian pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah” (ay 5). Kesengsaraan dan penghiburan mereka dari Allah terdapat di dalam Kristus. Itulah argumentasi Paulus dalam ayat 3 dan 4 bahwa sumber penghiburan itu ialah Allah. Akan tetapi penghiburan Allah itu en christo, - berada di dalam Kristus. Pemahaman atau logika berpikir en christo ini kita jumpai kembali dalam ayat 20 dengan kata-kata yang berbeda bahwa Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Penghiburan dari Allah yang menguatkan sang rasul dan kawan-kawannya itu adalah salah satu dari janji-janji itu. Karena itu ayat 22 perlu ditempatkan dalam konteks jaminan kelepasan dari kesusahan berat dan penghiburan yang melimpah di dalam Kristus. Roh Kudus adalah jaminan dari kedua hal ini. Masih ada satu hal lagi yang perlu mendapat perhatian, yaitu frase en te hemera tou kuriu Yesou, ‘pada hari Tuhan Yesus’. Ini adalah termilogi eskatologis. Meskipun istilah hari Tuhan - terutama dalam PL - tidak selalu menunjuk kepada akhir zaman, namun dalam konteks surat-surat Paulus sebutan ini selalu menunjuk kepada parousia. Meskpun saat ini jemaat di Korintus menyangsikan kerasulan Paulus, namun pada hari Tuhan nanti mereka akan memegahkan Paulus. Ini pun pasti sebab Roh Kudus adalah jaminan Allah akan hal itu.
Dengan demikian maka arrobon dalam ayat 22 adalah jaminan bagi kepastian perkunjungan Paulus, kepastian kelepasan dari penderitan yang sedang dialami dan kepastian penghiburan dalam Kristus, serta kebanggaan akan kerasulan Paulus pada hari Tuhan. Keempat hal ini pasti terjadi! PASTI sebab Allah telah memberikan jaminan untuk itu, yakni Roh Kudus. Di dalam Dia hanya ada ‘ya’!

Kedua, 2 Korintus 5:5
Inilah ayat kedua, di mana Paulus menyampaikan ajarannya tentang Roh Kudus sebagai arrabon. Dari segi konteks, ayat ini harus ditempatkan dalam ayat 1-10 di mana Paul berbicara tentang kebangkitan secara metaforis. Menurut Pfitzner, bagian ini - terutama ayat 1-4 - sangat rumit dan tidak gampang ditafsir karena Paulus memakai ‘gambabaran-gambaran yang agak bercampur baur antara lain: ‘kemah, tempat kediaman, telanjang, berpakaian, dan ditelan’. Dalam ayat 6-9 pun masih ada kata-kata seperti ‘diam di dalamnya’ dan ‘diam di luarnya’ yang juga tidak kalah sulitnya.[13] Pengakuan ini memang benar jika kita melepaskan pasal 5 dari pasal 4.
Kedua pasal ini sangat berhubungan karena beberapa fakta. Pertama, bahasa-bahasa kiasan ini sudah muncul juga dalam pasal 4: ‘harta ini’ dan ‘bejana tanah liat’ (4:7), ‘manusia lahiriah’ dan ‘manusia batiniah’ (4:16). Dua yang terakhir ini tidak bisa dilepaskan dari pasal 5:1-10. Kedua, apa yang paulus bicarakan dalam pasal 5:1-10 adalah kelanjutan dari pasal 4, terutama ayat 8-18.
Inti pembicaraan Paulus dalam ayat-ayat ini adalah perbandingan antara penderitaan yang sekarang - yang sedang mereka alami - dengan sukacita yang akan mereka dapatkan kelak: “Sebab penderitaan ringan[14] yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami” (ay 17). Hal itu diulanginya lagi dalam ayat 18. Kali ini dengan bahasa simbolis: “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.”
Dengan kata lain, fokus perhatian Paulus bukanlah apa yang sekarang kelihatan yakni penderitaan mereka melainkan apa yang belum kelihatan yakni kemuliaan kekal. Hal itu kemudian dijelaskan lagi dalam bahasa-bahasa simbolis dalam pasal 5:1-10. Ketiga, kata gar, ‘karena’ dalam 5:1 juga menegaskan kesinambungan argumentatatif ini.
Dengan memperhatikan kebangkitan yang akan dikerjakan Allah bagi Paulus dan kawan-kawannya (4:14) dan kemuliaan kekel yang lebih dari segala-galanya yang akan mereka terima (4:18), tidaklah masalah ‘.. jika kemah tempat kediaman ... di bumi ini - yaitu tubuh yang masih fana, yang masih dapat mengalami penderitaan dan yang akan hilang karena kita meninggal atau karena diubah pada saat parousia - dibongkar, ...’ sebab ‘... Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia’ (5:1).[15]
Dalam ayat 2 dan 4 Paulus mengatakan bahwa penderitaan yang kita alami dalam tubuh kita yang sekarang, di satu sisi membuat kita mengeluh namun di sisi lain membangkitkan kerinduan untuk mengenakan tempat kediaman sorgawi, yaitu tubuh kemuliaan. Pokok pikiran yang sama sudah dikemukakan Paulus dalam 1 Korintus 15:50-54, ketika ia berbicara tentang kebangkitan tubuh. Oleh karena dosa, semua orang telah kehilangan kemuliaan Allah, menjadi telanjang dan takut (bdk. Kej. 3:7, 10-11). Ketelanjangan dan rasa takut ini akan hilang ketika kita mengenakan tubuh kemuliaan (ay 3), yang oleh Paulus disebut sefara metaforis dengan istilah-istilah seperti ‘tempat kediaman di sorga’, ‘tempat kediaman sorgawi’, dan ‘pakaian yang baru’.
Tubuh kemuliaan adalah sesuatu yang belum kelihatan (4:18) dan yang masih diharapkan. Penderitaan yang dialami (1:5, 8-10; 4:8-9, 11; bdk. 2Kor. 11:23-27) karena Injil (4:10; bdk. Flp. 1:29; 2Tim. 1:8) dengan gampang dapat menggoyahkan pengharapan akan janji-janji Allah, terutama tentang kebangkitan tubuh.[16]
Paulus tahu pergumulan ini. Penderitaan ini memang berpontensi membongkar tempat kediaman kita di bumi ini, kata Paulus (5:1). Tetapi tidak perlu kuatir apalagi takut, sebab Allah telah menyediakan tempat kediaman yang kekal. Memang itu belum kelihatan. Masih kita harapkan, namun harapan itu pasti sebab Roh Kuduslah jaminannya.[17] Tubuh kemuliaan itu adalah pemberian Allah yang masih dalam bentuk janji. Untuk menjamin kepastian janji itu, Allah mengaruniakan Roh Kudus sebagai jaminan.

Ketiga, Efesus 1:14
Surat ini dapat dibagi ke dalam dua bagian besar: dasar gereja dan kehidupan gerja. Yang pertama adalah pengajaran (pasal 1-3) sedangkan yang kedua adalah kehidupan praktis orang percaya (pasal 4-6). Dalam bagian pengajaran, ia berbicara tentang pemilihan (1:4), adopsi (1:5) dan penebusan (1:7) atas dasar kerelaan kehendak (1:5, 11) dan kasih karunia Allah (1:7; 2:8-9).[18] Semua ini dikerjakan Allah en christo, di dalam Kristus[19] (ay 1, 3, 5, 7, 9, 10, 11 dan 13).
Ayat 14 adalah fokus perhatian kita sesuai tema. Pertanyaannya adalah dalam hal apa Allah memberikan Roh Kudus kepada kita sebagai jaminan? Dalam ayat 9 dan 10 Paulus menyinggung soal ‘menyatakan rahasia kehendak-Nya ... di dalam Kristus sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi.’ Semua rahasia yang telah disingkapkan, yakni pemilihan, adopsi, penebusan dan anugerah - yang tidak mungkin terjadi terlepas dari atau di luar Kristus - dimaksudkan sebagai persiapan untuk satu hal: persatuan di dalam Kristus sebagai kepala.
Di dalam Kristus kita telah dipilih, ditebus, diangkat menjadi anak, tetapi untuk menjadi satu dengan Dia, kita harus menunggu hingga waktunya genap. Di sini kita melihat konsepsi already but not yet dalam pemikiran eskotologis Paulus. Kita memang telah dipilih, ditebus, dan diangkat menjadi anak di dalam Kristus, namun kita belum menikmati hal-hal ini secara utuh atau sempurna. Kita masih harus menunggu. Untuk menjamin apa sudah Allah kerjakan di dalam Kristus inilah, Ia memberikan Roh Kudus sebagai sphragis, ‘meterai’ dan arrabon, ‘jaminan’.
Dengan memilih, menebus dan mengangkat kita sebagi anak-anak-Nya, Allah telah menjadikan kita milik-Nya. Untuk menunjukkan bukti kepemilikan itu, Ia memberikan Roh Kudus sebagai meterai (ay 13). Kemudian untuk menunjukkan bahwa kepemilikan itu tidak akan hilang, Ia mengaruniakan Roh Kudus sebagai jaminan.
Jadi jelas bahwa arrabon dalam konteks Efesus adalah jaminan keselematan yang telah dikerjakan oleh Kristus. Keselamatan yang diterima orang percaya membuahkan persekutuan dengan Kristus. Keselamatan dan persekutuan itu sudah dikerjakan, tetapi kehidupan dalam kedua-duanya secara paripurna masih berupa pengharapan; baru akan diperoleh pada hari Tuhan.

Kesimpulan
Kita telah membahas tema kita atas dasar kemunculan istilah arrabon dalam empat bagian kitab yang berbeda-beda. Meskipun dipakai dalam konteks yang berbeda-beda, kita dapat menarik satu benang merah bahwa arrabon adalah bukti kepastian dari pengalaman hidup yang utuh atau sempurna pada saat parousia dan sesudahnya. Keselematan yang telah dikerjakan oleh Kristus dan telah diterapkan oleh Roh Kudus tidak akan hilang, karena jaminan ketidakhilangan itu ada pada Allah.
Oleh karena peranan Roh Kudus sebagai arrabon bersifat eskatologis, maka adalah baik untuk melihat - secara sepintas - eskatologi Paulus. Hal ini penting, sebab pokok utama dalam ajaran Paulus tentang keselamatan, harus dipahami ‘in their fundamentally eschatological and redemptive-historical determination’ (‘sebagai yang ditentukan secara mendasar oleh eskatologi dan sejarah keselamatan’).[20] Pertemuan Paulus dengan Yesus dalam perjalanan ke Damsyik telah membuahkan perubahan besar dalam pemahaman esktologinya. Hal ini, menurut Raymond, terlihat dalam penggenapan Yoel 2:28-32 tentang pencurahan Roh Kudus pada hari-hari terakhir dalam Kisah 2:17-21 yang dipandangnya sebagai jaminan atau uang muka, yang menjamin penyelesaiannya pada hari penyelamatan (2 Kor.1:22: 5:5; Ef.1:14; 4:30).[21]

Jika pemahaman eskatologis yang demikian dibuat dalam bentuk bagan akan tampak seperti ini:

Masa kini ----------------------------------------------------------à
ß------------------------------------------------ Masa depan

--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Mid-point Akhir zaman
Salib/kebangkitan parousia

Bagan ini memperlihatkan bagaimana Paulus memandang apa yang akan terjadi di masa depan dalam terang apa yang telah terjadi dan sebaliknya. Masa kini ada di masa depan, dan masa depan sudah ada di masa kini.

Dengan kematian dan kebangkitan Kristus segala sesuatu yang bersifat yuridis dalam kaitan dengan keselamatan orang-orang percaya telah selesai dikerjakan. Kita telah dipindahkan dari kerajaan kegelapan ke dalan kerajaan terang, yakni ‘Kerajaan Anak-Nya yang kekasih’ (Kol. 1:13), kini.
Tetapi pengalaman yang sempurna akan status yuridis atau forensik ini belum sempurna, akan.[22] Kita masih hidup dalam dunia ini, masih berada dalam peperangan rohani (Ef. 6:11-17), dan masih berujuang melawan dosa (Rm 7:23; Ibr. 4:12). Kehidupan baru di dalam Kristus itu masih merupakan pengalaman yang kabur. Namun kekaburan pengalaman hidup ini tidak akan mengaburkan, apalagi menghilangkan kepastian kepemilikannya. Roh Kuduslah jaminan kepastian itu.
Dengan memperhatikan konteks pemakaian arrobon dan soteriologi Paulus yang bersifat eskatologis maka Roh Kudus sebagai jaminan kita berarti:
1) Allah menjamin kepastian keselamatan kita - yang secara forensik telah selesai dikerjakan. Kepastian dalam pengertian tidak hilang (bdk. Yoh. 6:39a & b, 40a, b & c);
2) Allah menjamin kepastian kebangkitan tubuh pada hari parousia nanti (bdk. Yoh. 6:39c dan 40d);
3) Allah menjamin kepastian providensi-Nya. Dalam 2 Korintus 1 kita telah melihat bahwa jaminan itu pun berlaku bagi kelepasan dari kesulitan dan penderitaan yang dialami orang percaya dalam zaman akhir ini. Untuk menekankan kepasatian kelepasan, maka Roh Kudus dikaruniakan sebagai jaminan.

Roh Kudus jaminan kita adalah tema yang sungguh menghibur dan menguatkan. Dengan memberikan jaminan, Allah mewajibkan diri untuk tidak bisa tidak harus menyelesaikan sisanya. Tidak hanya gereja mula-mula, kita saat ini pun dalam hal tertentu masih goyah. Kadang-kadang penderitaan yang kita alami begitu berat sampai-sampai kita bertanya-tanya apakah benar ada jalan keluar. Kita mempertanyakan pemeliharaan Allah. Dari tema ini, kita belajar dari Paulus bahwa pemeliharaan Allah itu pasti baik untuk hal-hal yang sekarang maupun untuk yang akan datang. Meskipun apa yang akan kita terima itu masih samar-samar (1 Kor. 13:12), “Namun kutahu yang kupercaya; dan aku yakin kan kuasa-Nya; Ia menjaga yang kutaruhkan; hingga hari-Nya kelak” (Refrain KJ no 387 karya Daniel W. Wittle dan James McGranatan).


Tuhan Memberkati dan selamat kepada para wisudawan-wisudawati berserta keluarga!


[1] Disampaikan dalam acara wisuda perdana STT Arrabona, Jumat, 09 Desember 2011
[2] Hanya enam kali dalam seluruh PL dan PB, dan hanya dari dua orang penulis yaitu Musa dan Paulus.
[3] Verlyn D. Verbrugge, ed., The NIV Theological Dictionary …. p. 177. Lihat juga Walter Bauer, A Greek-English Lexicon of the New Testament … p. 134
[4] G. Kittel and G. Friedriech, eds., Theological Dictionary of the New Testament, translated by G. W. Bromiley. Abridged in one volume. (Grand Rapids, Mich. 1985), p. 80
[5] Dalam budaya dunia Oriental, ada yang disebut dengan pernikahan ipar (Ibr.: yibbum, Ing.: levirate marriage). Jika seorang laki-laki yang telah menikah, meninggal dengan tidak memiliki anak laki-laki, maka saudaranya wajib menikahi istrinya itu. Jika sang janda itu menikahi adik iparnya yang terakhir, dan ini pun mati maka ia boleh menikahi ayah mertuanya. Dan jika semua ini sudah tidak ada lagi maka ia dapat menikah dengan laki-laki dari sanak saudara almarhum suami-suaminya. Anak pertama yang lahir dari hasil pernikahan itu akan diperhitungkan sebagai anak dari almarhum dan berhak atas warisannya. Kebiasaan ini kemudian diadopsi oleh Musa (Ul. 25:5-10). Lihat juga kisah Rut dalam kitab Rut.
[6] Sebenarnya Yehuda tidak mengingkari janji, karena sesungguhnya ia tidak pernah berjanji. Kalimat yang berkesan janji dalam ayat 11 hanyalah siasat. Yehuda mau menghindarkan Tamar dari Syela. Jadi apa yang terjadi sebenarnya adalah bahwa Tamarlah yang terlalu polos menanggapi kata-kata mertuanya. Ia tidak cukup pandai untuk melihat kebohongan yang terpancar dari mata mertuanya, ketika ia menyuruhnya pergi ke rumah orangtuanya.
[7] Saya sebut nuansa etis sebab pengingkaran yang dianggap Tamar telah dilakukan oleh mertuanya, berada dalam ranah sosial-kekeluargaan. Dalam dunia oriental tidaklah lazim bagi seorang perempuan untuk menuntut haknya secara verbal, dengan kata-kata. Kata-kata tuntutan atau permintaan hak itu akan dikomunikasikan dalam bentuk tindakan. Inilah yang dikerjakan oleh Tamar.
[8] Kata Yunani yang diterjemahkan dengan ‘meneguhkan’ adalah bebaioo yang berarti menghilangkan keragu-raguan atau membuat seseorang tidak goyah dalam komitmennya. Dalam Markus 16:20 kata ini dipakai untuk mukjizat-mukjizat yang menyertai pemberitaan Injil. Mukjizat-mukjizat ini terjadi dalam rangka menghilangkan keraguan orang terhadap kebenaran dan kuasa Injil. Dalam 2 Korintus 1:21 kata ini berarti menjadikan kita murid Kristus yang setia atau yang kokoh atau yang tidak goyah. Walter Bauer, A Greek-English Lexicon of the New Testament … p. 173. Kata yang sama juga terdapat dalam ayat 7. Lihat juga V. C. Pfitzner, Ulasan atas Surat 2 Korintus … p. 36
[9] Ada semacam permain kata yang menarik di dalam ayat 21: chistos – krio. Kata benda christos yang berarti ‘yang diurapi’ (Ibr. masiah) dirangkaikan dengan kata kerja krio yang berarti mengurapi. Berada di dalam Kristus, yang berarti berada di dalam Yang diurapi, menuntun kepada kenyataan bahwa kita adalah orang-orang yang diurapi.
[10] Pada zaman kuno, meterai menunjukkan dua hal, yaikni sebagai bukti kepemilikan dan keaslian. Meterai pada sebuah dokumen, menunjukkan bahwa dokumen itu asli dan berwibawa. Dengan memeteraikan orang percaya dengan Roh Kudus, Allah telah menunjukkan kepemilikan-Nya atas orang percaya itu. Di samping itu, Roh Kudus yang menjadi meterai juga sekaligus melambangkan keaslian iman orang percaya itu. Artinya, jika kita telah dimeteraikan oleh Allah, maka kita patut mengucap syukur dan boleh bergembira karena meterai itu bukti keaslian dan kewibawaan iman kita. Meterai itu juga adalah bukti bahwa kita telah mempercayai Allah yang benar.
[11] Keempat kata kerja ini dalam dalam bentuk participle semuanya. Satu, yakni ‘meneguhkan’ dalam bentuk waktu present active, sedangkan ketiga lainnya dalam bentuk aorist active. Secara linguistik hal ini menarik. Meneguhkan adalah sesuatu yang terus Allah kerjakan. Ini menunjukkan bahwa orang percaya memerlukan pertolongan Allah secara terus menerus agar komitmen imannya tetap teguh, tidak goyah. Peneguhan adalah sebuah proses. Tetapi mengurapi, memeteraikan dan memberi jaminan adalah sesuatu yang terjadi sekali. Orang percaya tidak perlu diurapi, dimeteraikan dan diberi jaminan berkali-kali. Cukup sekali untuk selama-lamanya. Kelihatannya TB LAI menerjemahkan kata yang pertama dalam bentuk waktu aorist juga. Menurut saya ini terjemahaan kurang tepat dari segi tata bahasa, yang berakibat pada hilangnya makna kontinuitas yang terkandung di dalam kata meneguhkan. Terjemahan BIS lebih baik. Lihat juga NIV atau NBG (The Netherlands Bible Society) 1951.
[12] Kami adalah Paulus, Silwanus dan Timotius sedangkan kamu adalah jemaat di Korintus.
[13] V. C. Pfitzner, Ulasan 2 Korintus …., hlm. 73-4
[14] Sepintas kelihatan Paulus plin-plan. Dalam pasal satu ia mengatakan bahwa penderitaan itu demikian berat sehingga mereka merasa putus asa dan seolah-olah telah dijatuhi hukuman mati (ay 8-9), lalu sekarang ia mengatakan bahwa penderitaan itu ringan. Tetapi nampaknya Paulus tidak sedang membicarakan intensitas penderitaan itu pada dirinya sendiri di sini. Dalam pasal satu memang itu yang dibicarakan. Namun sekarang Paulus sedang membandingkan penderitaan itu dengan kemuliaan yang telah Allah sediakan bagi mereka. Penderitaan itu memang berat, bahkan sungguh amat berat. Tetapi jika dibandingkan dengan kemuliaan kekal yang sedang menanti, beratnya penderitaan itu tidak ada apa-apanya.
[15] Ada penafsir yang membedakan istilah ‘kemah’ dengan ‘tempat kediaman’ dalam ayat ini. Pengalihan dari ‘kemah’ ke ‘tempat kediaman’ dianggap sebagai pentunjuk peralihan dari yang sementara kepada yang abadi atau kekal. Tetapi dalam bahasa Yunani hanya ada satu kata, yakni oikos, yang berarti rumah. Memang kebanyakan versi Alkitab selalu menerjemahkan oikos yang pertama dengan ‘kemah’ dan yang kedua dengan ‘bangunan.’ NIB, NAS dan NIV, misalnya, menerjemahkan kedua kata yang satu dan sama ini (oikos) dengan earthly tent dan building. Hal sama juga dengan NBG: tent dan gebouw. Alkitab TB LAI juga memberikan arti yang berbeda: kemah dan tempat kediaman. KJV dan BIS yang menerjemahkan kata ini dengan tepat, yakni rumah. Kedua terjemahan ini kelihatannya dilatarbelakangi oleh 1 Tawarikh 9:23 (bait kemah). Memberikan arti yang berbeda kepada kata oikos dalam ayat ini kurang tepat. Di satu sisi ini membuat tafsiran menjadi sulit karena kita akan berbikir bahwa paulus sedang berbicara mengenai dua hal yang berbeda. Di sini lain, jika memang Paulus bermaksud mengalihkan perhatian dari ‘yang sementara’ kepada ‘yang kekal’ dengan membandingkan ‘kemah’ dengan ‘gedung’ atau ‘rumah’, ia pasti akan memakai skenos, yang memang berarti kemah. Lihat juga misalnya Matius 17:4. Di samping itu, istilah skenos tidak selalu bermakna temporal. Makna kata ini ditentukan juga oleh konteks. Itulah yang kita temukan dalam Wahyu 15:5: ‘… kemah kesaksian di sorga.’
[16] Di samping itu, orang-orang Korintus yang tentunya sudah terbiasa dengan filsafat Yunani yang bersifta dualistis dalam memandang tubuh dengan jiwa, sedikit banyak pasti mempertanyakan penghargaan Paulus yang kuat terhadap tubuh. Apalagi bahwa ada satu tubuh yang lain, yang akan dikenakan pada hari Tuhan.
[17] Sama seperti dalam 1:22, di sini pun ada tambahan terjemahan ‘… segala sesuatu yang telah Allah sediakan bagi kita’ dalam Alkitab TB LAI. Frase ini tidak kita temukan dalam naskah-naskah berbahasa Yunani. Penambahan ini di samping memberikan penegasan atas kepastian semua janji Allah, namun di sisi lain membuat tafsiran menjadi tidak gampang. Dalam bagian ini Paulus tidak sedang berbicara tentang ‘segala sesuatu’ tetapi tentang ‘satu hal’ yaitu kebangkitan tubuh.
[18] Lihat L. Floor, Efeziers …, p. 44-45.
[19] Istilah ‘di dalam Kristus’ muncul 164 kali dalam seluruh surat Paulus, ‘di dalam Roh’ 22 kali (5 kali dalam Efesus) dan ‘di dalam Allah’ 3 kali. Akan sangat menarik untuk membahas en christo ini secara khusus. Sayang, tema kita membatasi kita untuk tidak melangkah ke sana.
[20] Ridderbos, Herman N. Paul. ...., p. 487.
[21] Di samping itu, masih ada berberapa hal lagi yang menjadi fakta bahwa teologi Paulus itu bersifat eskatologis. Pertama, pemerintahan Yesus sebagai Mesias telah dimulai ketika Ia bangkit dan naik ke sorga (1 Kor.15:23-25; Kol.1:13). Kedua, Kebangkitan Yesus sebagai ‘yang sulung’ adalah tanda dimulainya kebangkitan orang percaya (aparchē, 1 Kor.15:21-23). Ketiga, pembebasan yuridis telah diberikan kepada orang Kristen dalam kematian dan kebangkitan Kristus (Rm.5:1, 9; 4:25; Gal.2:16). Reymond, Robert L. . A New Systematic Theology …, p. 1011.




[22] Bandingkan Ladd, Teologi Perjanjian Baru ...., (cetakan ke- 2), hlm 343-5. Lihat juga, misalnya, Dunn, Theology ..., p. 464-5