Rabu, 18 November 2015

GEREJA (Bagian Empat)

Apa Tujuanmu
                                                                                 


Pdt. Marianus T. Waang

Dalam edisi November 2014 , Maret  & Juni 2015, kita telah membahas siapa gereja itu, di mana tempat tinggalnya dan apa ciri-cirinya. Gereja bukanlah LSM, melainkan tubuh Kristus, rumah rohani, imamat yang kudus dan rajani, bangsa yang terpilih dan kudus milik Allah.

Kita juga telah melihat bahwa gereja memiliki dua kewargaan: sorga dan dunia. Dan untuk sementara, tempat domisili gereja adalah dunia ini. Karena itu fokus gereja haruslah bukan dunia ini dengan segala kesemarakannya melainkan sorga – rumah Bapa! Gereja adalah ORANG PERJALANAN! Sebagai orang perjalan alias musafir, gereja perlu mengenali jati dirinya. Dunia lihai bermanipulasi! Yang asli dan paslu sulit dibedakan. Gereja sejati harus mampu mengenali dirinya agar tidak hanyut dalam propaganda serigala-serigala berbulu domba! Karena ada gereja ‘yang telah begitu merosot, sehingga bukan lagi Gereja Kristus, melainkan Jemaah iblis (Pengakuan Iman Westminster (PIW) XXV, 5; Why 18:2; Rm. 11:18-22).  


Ringkasnya: gereja adalah milik Tuhan dan warga Kerajaan Sorga, yang untuk sementara waktu berdomisili di dunia ini.

Masih tentang Gereja, kali ini pokok kita adalah apa tugasnya: apa tujuan kehadiran Gereja milik Tuhan dalam dunia, tempat tinggalnya yang sementara, ini.
Menurut Katekismus Jenewa (1542) dan Katekismus Westminster Besar (Oktober 1647) dan Kecil (November 1647) tujuan utama dan terutama dari manusia adalah mengenal Allah, memuliakan Dia dan bersukacita di dalam Dia selama-lamanya.  

Ini adalah tujuan utama dan terutama semua manusia, tanpa kecuali! Dan untuk mencapai tujuan itu, Allah telah menguduskan atau memisahkan orang-orang tertentu dalam satu kelompok. Itulah gereja, para pengikut Kristus! Allah telah menjadikan gereja mitra kerja-Nya, agar bumi penuh dengan orang-orang yang mengenal-Nya, memuliakan dan bersukacita di dalam Dia. Allah menghadirkan gereja di dalam dunia dengan tujuan-tujuan berikut:

1)       Melayani Allah: Menyembah Allah

Menyembah Allah adalah tujuan gereja yang pertama:  ‘... dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu’ (Kol. 3:16; bdk. Ef. 5:19). Allah telah menentukan kita di dalam Kristus untuk ‘menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya’ (Ef.1:12). Menyembah dan memuliakan Allah adalah tujuan utama dari gereja. Itulah wujud kasih gereja kepada Allah, yang oleh Yesus disebut dengan hukum yang terutama dan pertama (Mat. 22:37-38). Karena itu Paulus menasihati kita untuk mempergunakan waktu yang ada (Ef.5:16), supaya kita penuh dengan Roh (Ef.5:18), ‘bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati’ (Ef.5:19; lihat juga ayat-ayat lain, seperti Rm.12:1; Rm.15:5-6; 1 Kor.10:31; Ef.1:6,12,14; 1 Pt.2:9; 2:11).

Dalam PIW XXI, 1 kita membaca: ‘Terang kodrati memperlihatkan bahwa ada satu Allah, yang berkuasa sebagai Tuhan dan berdaulat atas segala sesuatu. Dia baik, dan berbuat baik kepada segala sesuatu. Oleh karena itu, Dia harus disegani, dikasihi, dipuji, diseru, dipercayai, dan dilayani dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan.’ Kemudian dalam artikel 2-8 PIW dijelaskan beberapa hal yang penting jika gereja mau menyembah Allah sesuai dengan kehendak-Nya: (1) Penyembahan itu hanya boleh ditujukan kepada Allah Tritunggal, dengan Kristus sebagai Pengantara. (2) Doa dan pengucapan syukur harus dilakukan dalam nama Anak, dengan pertolongan Roh-Nya, sesuai dengan kehendak-Nya, bagi semua perkara yang sah dan bagi semua jenis orang (tetapi bukan bagi orang mati!). (3) Pembacaan dan pemberitaan Firman Allah, bernyanyi, pelayanan sakramen. (4) Tempat ibadah tidak penting; Allah harus disembah di setiap tempat, dalam Roh dan kebenaran. (5) Termasuk ibadah pada hari Sabat.

2)      Melayani orang percaya: Pembangunan jemaat

Orang-orang percaya harus diberi makanan yang rohani dan harus dibangun ke arah kedewasaan di dalam iman. Paulus bukan saja ingin membawa orang kepada Kristus, melainkan juga ‘memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus’ (Kol.1:28). Dan di dalam surat Efesus Paulus menulis bahwa Allah memberi rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala dan pengajar-pengajar kepada jemaat ‘untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus’ (Ef.4:12-13).

Bukan memerintah atau menjalankan kuasa atas orang, melainkan yang terbesar harus menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan; itulah sifat pelayanan gereja. Yesus  sendiri menjadikan diri pelayan di tengah-tengah murid-murid-Nya (Luk.22:25-27). Dan dalam Matius 20:25-28 Ia meminta murid-murid-Nya menjadi diakonos (pelayan) dan doulos (hamba, budak).

Jangkauan pelayanan itu luas. Bukan saja pemberitaan Injil dan mengajar (Kis.6:4), melainkan juga memberi makan dan minum, memberi tumpangan, memberi pakaian, mengunjungi orang-orang yang sakit atau yang di dalam penjara (Mt.25:37-40), bahkan setiap karunia (kharisma) yang kita punyai (1 Pt.4:10-11; lihat juga Rm.12:6-7; Ibr.10:24; 13:1-3,15-16. Tujuan melayani orang percaya adalah membangun jemaat (1 Kor.14:12,26; Ef.4:15-16).

3)       Melayani dunia: Penginjilan dan pelayanan kasih

Yesus telah berkata kepada murid-murid-Nya: ‘pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku’. Itulah tugas pertama terhadap dunia. Di samping itu masih ada tugas lain, yaitu pelayanan kasih di dalam nama Tuhan kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang menderita. Pertama-tama bantuan keuangan harus diberikan kepada saudara-saudara seiman (Kis.11:29; 2 Kor.8:4; 1 Yoh.3:17), tetapi juga kepada orang-orang yang tidak percaya, bahkan yang mungkin menolak Injil Kristus. Yesus telah berkata, ‘Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati’ (Lk.6:35-36).

Yesus bukan saja menyembuhkan orang-orang yang menerima-Nya sebagai Mesias, tetapi Dia ‘meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka’ (Lk.4:40).

Gereja juga harus berdoa dan bertindak dalam situasi-situasi ketidakadilan (secara sosial atau secara politik). Dengan demikian pelayanan kasih dapat menguatkan pemberitaan Injil dan mencontohkan Injil yang diberitakan. Tetapi pelayanan kasih tidak pernah boleh menggantikan pemberitaan Injil atau tugas-tugas gereja yang lain!

Inilah tugas gereja: menyembah Allah, melayani sesama orang percaya dan melayani dunia. Ketiga-tiganya harus dikerjakan(!) secara seimbang dengan memperhatikan panggilan masing-masing anggota jemaat. Mengutamakan satu gampang saja bisa menyebabkan bahwa tujuan lain diabaikan atau kurang diperhatikan.

Setiap orang Kristen harus menguji diri dan melihat dalam ‘bidang’ mana Allah memberi karunia. Yang satu menyumbang lebih banyak waktu untuk ibadah, yang lain untuk pembangunan jemaat, atau penginjilan, atau pelayanan kasih. Asal gereja sebagai keseluruhan memberi perhatian yang sama kepada setiap dari ketiga tujuan ini. Baru sesudah itu masing-masing kita boleh mengatakan: tujuan hidupku telah tercapai, yakni mengenal Allah dan memuliakan Dia.

Selasa, 04 Agustus 2015

GEREJA (Bagian Tiga)



 Kenalilah dirimu

Pdt. Marianus T. Waang

Dalam edisi November ‘14 dan Maret ‘15, kita telah membahas siapa Gereja itu dan di mana tempat tinggalnya. Gereja bukanlah LSM, melainkan tubuh Kristus, rumah rohani, imamat yang kudus dan rajani, bangsa yang terpilih dan kudus milik Allah. Kita juga telah melihat bahwa Gereja memiliki dua kewargaan: sorga dan dunia. Dan untuk sementara, tempat domisili Gereja adalah dunia ini. Karena dunia hanyalah ‘tumpangan’, maka fokus Gereja haruslah bukan dunia ini dengan segala kesemarakannya melainkan sorga – rumah Bapa, tempa tinggal yang kekal! Gereja adalah ORANG PERJALANAN!

Kali ini kita akan membicarakan ciri-ciri Gereja. Anggaplah tulisan kali ini sebagai cermin untuk berkaca, apakah ‘dandanan’ kita – Gereja – telah sesuai dengan kesukaan Sang Mempelai.

Pasal 29 Pengakuan Iman Gereja Belanda (selanjutnya PIGB) berbicara tentang perbedaan antara Gereja sejati dan gereja palsu dengan menguraikan ciri masing-masing. Gereja yang sejati  memperlihatkan ciri-ciri yang berikut: 1) pemberitaan Injil yang murni (Yoh. 8:31, 47; 14:23; Gal.1:8-9; 2 Tes.2:15; 2 Tim.3:16-4:4; 1 Yoh.4:1-3; 2 Yoh.9-11); 2) pelayanan sakramen-sakramen yang murni sebagaimana ditetapkan Kristus (1 Kor.10:14-17,21; 11:23-30); dan 3) penyelenggaraan disiplin gereja (Mt.18:17; Kis.20:28-31a; Rm.16:17-18a; 1 Kor.5:1-5,13; 14:33,40; Ef.5:6,11; 2 Tes.3:14-15; 1 Tim.1:20; Titus 1:10-11; 3:10; Why.2:14-16a; 2:20). 

Sementara itu gereja paslu adalah mereka yang menganggap diri dan aturannya lebih berkuasa daripada Firman Allah, serta tidak melayankan sakramen-sakramen dengan cara yang ditetapkan Kristus (mengurangi dan menambahi sesuka hatinya). Meskipun ciri gereja yang sejati banyak, namun tiga yang di atas cukup sebagai tanda pengenal.

Ciri pertama adalah pemberitaan Injil yang murni. Memang tidaklah gampang menentukan apakah gereja tertentu masih sejati atau sudah palsu dari segi pemberitaan. Alasannya sederhana: semua mengaku ajarannya alkitabiah. Meski begitu, ada contoh yang cukup jelas, misalnya Saksi Yehova, yang menyangkal keilahian Yesus Kristus dan mengajarkan keselamatan atas dasar perbuatan manusia

Di samping itu ada juga gereja-gereja yang liberal, yang menganggap Yesus  hanya manusia sejati, bukan Allah. Gereja-gereja seperti ini lebih menekankan aspek sosial dalam pemberitaan mereka. Mereka tidak memberitakan injil yang murni, tetapi injil yang lain. 

Ada pula Gereja, yang meskipun mengaku atau percaya bahwa Yesus adalah Manusia dan Tuhan seutuhnya dan bahwa Alkitab adalah Firman Allah, dan bahwa di luar Kristus tidak ada keselamatan, toh dalam praktiknya mereka hanya mengutakan aksi sosial sebagai wujud kasih Allah dan mengesampingkan bahwa mengabaikan berita tentang pengampunan dosa di dalam Kristus. 

Yang lain lagi, meskipun percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat, toh mengajarkan bahwa Ia bukanlah Juruselamat untuk semua orang. Yesus, menurut kelompok ini, hanyalah Juruselamat untuk orang Kristen. Orang Islam, Hindu, Budha, dll. memiliki juruselamat sendiri-sendiri. Paulus dengan tegas mengutuk orang-orang seperti ini: “…jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia” (Gal. 1:9).

Ciri kedua adalah Sakramen (Baptisan dan Perjamuan Kudus). Sakramen adalah tanda dan meterai dari karya keselamatan Kristus. Sakramen bukanlah alat-alat yang secara otomatis mencurahkan anugerah kepada orang yang menerimanya, entah dia percaya atau tidak - seperti diajarkan oleh Gereja Katolik Roma pada abad Reformasi. 

Bersama-sama dengan Firman, Sakramen adalah alat-alat anugerah. Roh Kudus mengaruniakan iman melalui pemberitaan Injil dan meneguhkan iman itu oleh pelayanan Sakramen (lihat KH Mi 25, p/j 65, juga Pengakuan Iman Westminster XXV, 3). Pelaksanaan kedua Sakramen ini secara benar – seperti yang diperintahkan Kristus - merupakan ciri dari gereja yang sejati.

Akhir-akhir ini ada orang yang menjadikan roti dan anggur PMK bak obat penawar segala macam penyakit. Gereja Tiberias asuhan  Pariadji adalah contohnya. Di tempat lain, saudara-saudara Kharismatik tertentu mengajarkan bahwa baptisan itu menyelamatkan jika dilakukan dengan cara ‘selam’. Ajaran semacam ini adalah penghinaan terhadap karya Kristus, sebab dengan mengajarkan bahwa baptisan menyelamatkan berarti mengajarkan bahwa karya Kristus belum cukup: harus ditambah dengan ini atau itu. Inilah dua contoh penyimpangan terkini dari hakikat Sakramen.

Ciri yang berikut adalah disiplin. Displin Gereja perlu untuk menjaga kemurnian ajaran dan moral anggota jemaat. Disiplin ibarat ‘marka jalan’ bagi ‘lalu lintas’ iman. Disiplin memperberat langkah menuju dosa. Disiplin juga ibarat lonceng peringatan atau panggilan untuk kembali ke jalan Tuhan. Disiplin bermaksud untuk menjaga seseorang tetap berada pada jalan keselamatan. Itulah yang kita baca dalam 1 Korintus 5:5.

Fasal 29 PIGB menyebutkan bahwa orang-orang Kristen sejati dapat dikenali, ‘dari iman, dan jikalau mereka, setelah menerima satu-satunya Juruselamat Yesus Kristus, menjauhi dosa dan mengejar kebenaran, mengasihi Allah yang sejati dan sesamanya manusia, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, dan menyalibkan dagingnya serta segala perbuatannya. Namun, hal itu tidak berarti bahwa tidak ada lagi kelemahan besar pada mereka. Akan tetapi, mereka berjuang melawan kelemahan itu oleh Roh, dalam setiap hari-hari kehidupannya, sambil berlindung terus-menerus pada darah, kematian, sengsara, dan ketaatan Tuhan Yesus. Di dalam-Nya mereka beroleh pengampunan dosa oleh iman kepada-Nya.’

Artinya, disiplin Gereja dimaksudkan untuk menghasilkan orang-orang Kristen berkualitas!  Tetapi sayang, kebanyakan kita senang berbuat dosa, tetapi tidak senang dinasihati. Jika kita didisiplin, kita lebih suka keluar dan masuk ke denominasi yang lain. Kita lebih suka prinsip: ‘kalau bisa digampangkan, mengapa harus dipersulit’. Prinsip ini benar dalam soal tolong-menolong, tetapi tidak dalam hal disiplin. Lebih celaka lagi, ada denominasi yang sama sekali tidak mengenal disiplin Gereja. Alasannya adalah kasih, seolah-olah kasih tidak mengenal disiplin. Padahal Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa justru kasih itu menegur dan mendidik: “… karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak” (Ibr. 12:6, lihat juga ayat 12)

Alkitab berbicara dengan jelas tentang gereja-gereja palsu, atau kumpulan-kumpulan keagamaan yang palsu. Mereka ini memberipersembahan kepada roh-roh jahat, bukan kepada Allah’ (1 Kor.10:20). Mereka ‘ditarik kepada berhala-berhala yang bisu’ (1 Kor.12:2). Alkitab bahkan menulis tentang ‘jemaah Iblis’ (sunagōgē tou satana, Why.2:9; 3:9). Mungkin Yesus menunjuk kepada pertemuan-pertemuan Yahudi yang terdiri dari orang-orang Yahudi yang tidak mempunyai iman yang menyelamatkan. Pertemuan mereka bukan pertemuan pengikut-pengikut Kristus. Karena itu, mereka masih termasuk pada kerajaan kegelapan, kerajaan Iblis.

Sebagai pengikut Kristus, Gereja perlu mengenali diri sendiri secara baik. Iblis, musuh Allah dan Gereja itu, selalu giat bekerja untuk menyesatkan. Ia pandai bersandiwara dengan mengenakan ‘kebiasaan-kebiasaan’ yang sepintas kelihatan alkitabiah. Ciri-ciri Gereja, seperti yang telah dibahas di atas, dapat menolong kita untuk ‘bercermin’ – mengevaluasi aturan dan ajaran Gereja serta moralitas kita sebagai mempelai Kristus.

Kamis, 23 Juli 2015

GEREJA (Bagian Dua)



Di manakah tempatmu?

Pdt. Marianus T. Waang 

Dalam edisi lalu saya telah menulis mengenai siapa Gereja itu. Gereja adalah orang-orang pilihan Allah di dalam Kristus. Gereja tidak bisa ada tanpa Kristus! Gereja bukanlah LSM. Sebaliknya Gereja adalah tubuh Kristus, rumah rohani, imamat yang kudus dan rajani, bangsa yang terpilih dan kudus milik Allah. Gereja ada karena Allah dan hidup untuk Allah.  
Masih mengenai Gereja, kali ini pokoknya adalah tempat di mana Gereja itu berada: di sorga atau di dunia?  

Dalam salah satu nasihat kepada jemaat di Filipi, Paulus mengajak Gereja di sana untuk mengikuti teladannya dan rasul-rasul yang lain. Mereka diminta untuk tidak hidup seperti orang-orang yang menjadi seteru salib Kristus, sebab orang-orang seperti ini tidak memiliki masa depan, tidak ber-Tuhan dan tidak bermartabat. Orientasi hidup mereka adalah perkara-perkara dunia ini.  Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi” (Flp. 3:19).

Dasar nasihat Paulus ini adalah soal kewarganegaraan jemaat di Filipi. Mereka adalah warga Kerajaan Sorga (Flp. 3:20). Yesus sudah mengatakannya lebih dahulu: “… mereka bukan dari dunia sama seperti Aku bukan dari dunia” (Yoh. 17:14b, 16); “…kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia” (Yoh 15:19).

Yesus pergi kepada Bapa - di sorga, tetapi murid-murid-Nya masih di bumi; mereka ditinggalkan di dalam dunia (Yoh. 17:11, 13). Ia tidak meminta supaya Bapa mengambil mereka dari dunia ini, tetapi supaya Bapa menjaga mereka dari yang jahat (Yoh. 17:15).

Ayat-ayat ini memperlihatkan bahwa kewargaan orang percaya adalah Sorga. Meski begitu, dunialah tempat domisili kita dalam periode sementara[1] ini. Gereja tidak boleh menarik diri dari dunia, yang sekarang ini.  Di sinilah tempat Gereja bersaksi dan beraksi sebagai duta-duta Kerajaan Sorga.

Gereja dapat diumpamakan dengan kapal[2]. Sama seperti tempat kapal adalah laut atau sungai, demikianlah tempat Gereja adalah dunia ini. Kapal yang baik pasti berada dan berlayar di laut atau sungai. Demikian jugalah gereja yang baik pasti berada  dan berkarya di dunia.

Sama seperti kapal aman di laut selama tidak ada laut di dalamnya, demikian jugalah gereja aman di dunia selama dunia tidak ada di dalamnya. Gelombang yang hebat dan badai yang kencang dari luar tidak akan mampu menenggelamkan kapal, jika tidak ada air laut yang masuk ke dalam kapal dan memenuhinya.

Demikian jugalah Gereja. Semua tantangan dan ancaman dari luar tidak akan menghancurkannya selama ‘dunia’ tidak ada di dalam dan memenuhinya.

Gereja juga dapat diibaratkan seperti ikan di laut. Laut itu asin. Tetapi ikan yang lahir, besar dan hidup di dalamnya tidak terhisap dalam keasinan laut itu. Seberapa lamakah ikan itu tetap tidak terpengaruh oleh keasinan laut? Selama ikan itu masih hidup! Setelah mati, ikan itu akan menjadi asin. Demikian jugalah Gereja. Dunialah tempat Gereja. Pengaruh dunia tidak akan merasukinya, selama ia hidup. Gereja yang mati adalah Gereja yang melakukan aktivitasnya secara duniawi. Agar tidak mati, Paulus memberi nasihat agar kita tidak berjuang secara duniawi (1Kor. 10:3).  

Dunia inilah tempat Gereja hidup dan berkarya sebagai utusan Allah. Meski demikian, satu hal perlu diingat secara baik: dunia ini tempat tinggal sementara. Dunia ini padang ziarah! Gereja tidak sedang TINGGAL atau MENETAP di dunia ini. Gereja sedang DALAM PERJALANAN. Maka ingatlah pesan Tuhan Yesus: “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.  Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya” (Mat. 6:19-20).

Di satu sisi, ngengat merusak harta. Maka janganlah kumpulkan harta di bumi. Di sisi lain, harta pada gilirannya dapat merusak pengumpulnya. “Di mana hartamu berada, di situ hatimu berada” (Mat. 6:21). Harta adalah bank hati pemiliknya. Ia berpotensi besar mengalihkan hati kita dari Tuhan. Dan jika itu terjadi, rusaklah kita.

Sebagai Gereja, tempat kita – orang-orang percaya – adalah dunia ini. Tetapi kita tidak menetap! Kita sedang dalam perjalanan! Orang perjalanan mengumpulkan dan membawa secukupnya saja. Terlalu banyak membawa, memberatkan langkah, bahkan dapat menggagalkan perjalanan! “… cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu…” (Ibr. 13:5; bdk. Luk. 3:14). 


God bless!





[1] Periode sementara adalah periode antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedua.
[2] Lihat Bulletin STTR edisi 1, no. 1, November 2014, hlm. 6-7