Renungan Natal 2014
(Luk. 2:16)
Pdt. Marianus T. Waang, M. Th
Setiap
tahun orang Kristen merayakan Natal. Tetapi jika ditanya apakah natal itu,
jawabannya tidak selalu sama, sebab makna dan pesan natal selalu disesuaikan dengan atau lebih tepat ‘disetir’ oleh kebutuhan
atau kepentingan komunitas yang merayakannya.
Jika
mereka yang merayakannya adalah orang-orang ‘kecil’ atau mereka yang peduli
terhadap orang-orang kecil, maka natal
dimaknai sebagai wujud perhatian Allah kepada orang-orang susah, yakni mereka
yang hidup dalam kekurangan dan kemiskinan, entahkah secara ekonomis, politis,
maupun sosial. Untuk orang-orang seperti
ini, Allah dipandang sebagai pemerhati, pelindung dan pembela hak orang-orang
lemah.
Sebaliknya,
jika mereka yang merayakannya adalah orang-orang ‘besar’, maka natal dimaknai
sebagai ungkapan kerendahan hati. Allah yang mahatinggi berkenan merendahkan
diri-Nya menjadi manusia. Pemahaman yang positif! Namun, bagi golongan ini,
natal juga dapat menjadi ‘kenderaan’ untuk mencapai tujuan-tujuannya, terutama
secara politis. Tuhan dan perayaan-perayaan agamawi menjadi ‘tumpangan’ yang - dalam konteks Indonesia - masih sangat laku.
Natal
juga selalu identik dengan kumpul-kumpul keluarga, kado dan open house. Natal
dengan latar belakang seperti ini dimaknai sebagai momentum saling memaafkan
dan berbagi. Anggota keluarga yang
berselisih berkunjung dan bermaaf-maafan. Lalu mereka yang berkemampuan secara
ekonomis berbagi dengan yang berkekurangan. Para tokoh, entahkah masyarakat atau politis, menjadikan
momentum ini sebagai ajang konsolidasi dan penggalangan. Pertanyanyaannya adalah INIKAH NATAL?
Berdasarkan
tema nasional PGI dan KWI 2014, natal adalah sebuah perjumpaan dengan Allah di
dalam keluarga. Dengan tema ini, perhatian kedua lembaga gerejawi tingkat
nasional ini jatuh pada pentingnya kehadiran Allah dalam keluarga serta sentralnya
peran keluarga dalam sejarah keselamatan.
Itu
berarti natal adalah sebuah perjumpaan. Dan perjumpaan selalu dimulai dengan
sebuah kinesis atau gerakan. Dalam
kaitan dengan hubungan antara Allah dan manusia, gerakan untuk berjumpa dimulai
dari pihak Allah. Sejak kejatuhan, Allah-lah yang bergerak mencari manusia
(bdk. Kej. 3:8 dst.). Maka natal adalah salah satu peristiwa dalam ‘gerakan’
Allah berjumpa dengan manusia dalam sejarah keselamatan, yang mengalami
puncaknya dalam paskah.
Jika
gerakan Allah untuk mencari dan berjumpa dengan manusia ini dicarikan
padanannya yang sedang hangat saat ini, maka kata yang cocok adalah ‘blusukan’.
‘Blusukan’
adalah kata yang mulai popular di Indonesia sejak tahun 2012, ketika Joko
Widodo menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sifat kepemimpinannya ditandai sangat kuat
oleh gaya ‘blusukannya’. Gaya itu terus
diperlihatkan setelah ia menjadi orang nomor 1 di negeri ini. Dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan ia
sudah mengunjungi beberapa wilayah di negeri kepulauan nan luas ini, terutama
di daerah-daerah yang sedang mengalami bencana dan masalah. Ia memaknai
kepemimpinan sebagai menemui rakyat kecil dan mendengar keluhan mereka secara
langsung. Ia bahkan tidak merasa terhina masuk ke dalam selokan sekalipun.
Baginya, ciri kepemimpinan bukanlah ruang dan kursi serta meja kerja yang wah,
protokoler yang rumit, birokrasi yang berbelit-belit, setelan jas dan dasi
impor, rapat-rapat kerja di hotel berbintang, melainkan kesederhanaan dan
kerja. Itulah sebabnya kabinetnya pun disebut kabinet kerja. Ia memaknai kepemimpinan sebagai mencari dan
menemukan, bukan dicari dan ditemui - yang sudah berakar berurat dalam sistem
feodal.
Jadi
natal boleh disebutkan sebagai ‘blusukan kerja’ ( Martin Chen, Direktur Puspas
Keuskupan Ruteng, Flores, NTT, menyebutnya ‘blusukan’ illahi). Untuk berjumpa dengan manusia yang telah
terpisah dari, bahkan menjadi seteru-Nya
karena dosa (lih. Rm. 5:10; 11:28), Allah melakukan ‘blusukan kerja’: mencari
dan menemukan yang hilang (Yeh. 34:12; Luk. 19:10).
‘Blusukan
kerja’ dalam rangka mencari dan menyelamatkan ini dimulai sejak Kejadian 3. Sejak
saat itu, Allah berjanji - dalam perjumpaan-Nya dengan Adam dan Hawa itu - bahwa
suatu saat nanti akan lahir satu keturunan perempuan, yang akan mengakhiri
persahabatan dengan si jahat karena dosa dengan jalan meremukkan kepala ular
(Kej. 3:15). Sejak saat itu, Alkitab mencatat peristiwa-peristiwa besar dalam
sejarah keselamatan yang merujuk pada pemenuhan janji ini. Sebut saja beberapa
contoh: diluputkannya Nuh dari air bah, panggilan Abraham, kelahiran Isak,
pemilihan Israel dan nubuat-nubuat tentang kelahiran seorang Mesias (mis. Yes.
9 dan Mi. 5).
Semua
peristiwa sejarah dan nubuatan ini adalah gambaran dan janji tentang Mesias,
sang Putra natal. Penggenapannya terjadi dalam peristiwa persalinan dalam
sebuah kandang di kota kecil, Betlehem. Tujuannya
adalah menolong manusia dari ketidakberdayaan karena perbudakan dosa. Maka
natal adalah ‘blusukan kerja’ Allah demi kelepasan manusia.
Hal
ini terlihat terang benderang dalam kehidupan dan kepemimpinan Yesus. Ia
berkeliling ke semua kota dan desa untuk menolong mereka yang lelah dan
terlantar seperti domba tak bergembala (Mat. 9:35-36). Ia ‘blusukan’ sebagai utusan Allah untuk
menyelamatkan dunia (Mat. 1:21; Yoh. 1:29), untuk memberdayakan dan membela
mereka yang miskin, tertawan dan tertindas (Luk. 4:18-19). ‘Blusukan’
penyelamatan ini didasarkan atas kasih (Yoh. 3:16), bukan atas kepentingan.
Tidak jarang Ia mengecam keras para pemimpin agama dan politik yang
mengeksploitasi rakyat kecil demi harta dan takhta. ‘Ular beludak’! itulah
istilah yang cocok untuk orang-orang terkemuka saat itu (lih. terutama Mat.
23).
Kepada
wong cilik Ia menunjukkan kasih, tetapi kepada para pemimpin Ia memberi
perintah untuk belajar berbuat kasih (Luk. 10:37). Ia memberi nasihat kepada
orang banyak dan murid-murid-Nya untuk menaati pemimpin mereka karena mereka
menduduki kursi Musa, tetapi jangan mengikuti kelakuan mereka lantaran mereka
hanya berteori (Mat. 23:1-3)
Yesus,
yang hari lahir-Nya kita rayakan secara besar-besaran setiap tahun, telah
mengajari kita bahwa natal adalah kerja, bukan pesta. Natal adalah menjumpai
untuk membebaskan dan menyelamatkan, bukan hura-hura. Natal adalah jembatan
‘blusukan’ Allah demi pemberdayaan mereka yang dibiarkan tidak berdaya, miskin
dan terabaikan. Natal bukan aksi-aksi seremonial yang penuh dengan
intrik-intrik kepentingan. Natal adalah kerja Allah demi keselamatan dan
kesejahteraan manusia dengan jalan menjadi sama dengan manusia. Dengan Natal, Allah
melakukan aksi ‘blusukan’ guna menjawab kebutuhan manusia. Maka Natal dapat
dimaknai sebagai ‘blusukan kerja’ Allah untuk berjumpa dengan manusia yang terbentuk
dalam keluarga.
Untuk
apa? Tentu saja bukan supaya Dia semakin besar, semakin berkuasa, semakin
dikenal; melainkan untuk menolong. Ia lahir bukan untuk diri-Nya melainkan untuk
kepentingan dunia yang telah rusak dan terpisah dari-Nya karena dosa. Itu
sebabnya natal tidak bisa dipisahkan dari paskah; Betlehem tidak ada maknanya
jika Golgota tidak disinggung. Natal dan paskah, Rumah Roti dan Bukit Tengkorak
adalah dua peristiwa dan tempat yang penting bagi sejarah dan iman Kristen.
Setiap
kali kita merayakan natal, setiap kali itu pula kita memperingati hari
‘blusukan kerja Allah’ menjadi manusia itu. Dalam natal Allah berkerja untuk
menjumpai manusia dan menawarkan pengampunan dosa. Dalam natal Allah berjumpa
dengan manusia di dalam Yesus. Di dalam Dia ada jalan keluar dari kematian
kepada kehidupan. Natal adalah aksi Search
and Rescue, SAR, dari Allah
Sekarang,
Yesus telah menyelesaikan tugas penyelamatan-Nya dan sedang berada di sorga. Sebelum
kenaikan-Nya ke sorga, Ia telah memberikan perintah ‘blusukan penyelamatan’ -
yang dikenal dengan Amanat Agung - kepada para rasul dan gereja-Nya (Mat. 28:19-20; Mrk. 16:15-16; Luk. 24:46-47:
Yoh. 15:16; Kis. 1:8) karena masih banyak domba-Nya yang di luar kandang (Yoh. 10:16).
Itu
berarti bahwa setiap kali kita merayakan natal, kita secara sadar atau tidak
mengaku terlibat dalam ‘blusukan penyelamatan’ ini. Kita yang merayakan natal
adalah kita yang bekerja, kita yang melanjutkan ‘blusukan kerja’ Allah untuk
menjumpai dan menyelamatkan yang hilang.
Kita
yang merayakan natal, mestilah kita yang telah berjumpa dengan Allah dan yang
berkomiten untuk bekerja, mengajak orang lain juga berjumpa dengan Dia!
Amin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar