Selasa, 02 November 2010

Tuhan Mencari Buah

(Yohanis 15:1-1)

Rasul Yohanis menghabiskan 5 pasal, 13 – 17, dari Injil yang ditulisnya untuk menceritakan saat-saat menjelang peristiwa salib. Sejak Perjamuan Malam, dalam rangka perpisahan itu (13:1-30), terjadilah beberapa seri percakapan antara Yesus dan murid-murid-Nya (13:31-16:33, yang kemudian diakhiri dengan berdoa untuk mereka (17:1-26)). Pasal 15 termasuk salah satu dari pasal-pasal perpisahan itu, yang juga sering disebut sebagai literatur imanen.

Pergi dan Berbuah
Dari + 20 kata kerja dalam ke – 17 ayat bacaan kita, hanya ada satu kata kerja imperatif, yaitu meinate , ‘tinggallah’, ‘abide’ (ay. 4, 9) dari kata meno. Relasi antara Yesus dengan murid-murid-Nya dijelaskan dengan kata ini. Pertanyaan kita, tentunya, adalah mengapa Yesus menjelaskan relasi antara Dia dan murid-murid-Nya melalui perintah untuk tinggal di dalam Dia? Setidak-tidaknya, ada tiga hal yang hendak diajarkan Yesus kepada murid-murid-Nya dalam perintah ini.

Pertama, Yesus menekankan kebergantungan yang mutlak, absolut independence, dari para murid kepada-Nya. Hal itu dijelaskan-Nya melalui ilustrasi pokok anggur dan ranting. Jika para rasul mau menjadi murid yang sejati, mencapai tujuan panggilan mereka, mereka harus bergantung kepada-Nya; dalam bahasa Paulus: ‘... berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia ...’ (Kol. 2:7). Dengan kata lain, andalan mereka demi menjadi murid yang berhasil adalah Yesus, bukan pengalaman mereka sebagai pengusaha ikan dan nelayan profesional.

Kedua, perintah ini erat kaitannya dengan pengharapan akan ‘buah’. Dalam PL kebun anggur atau anggur adalah simbol untuk umat Perjanjian, Israel. Lihat misalnya dua vineyard songs dalam Yesaya 5:1-7; 27:2-6; bnd. Mzm. 80:8-16; Yer. 2:21; 6:9; 12:10-13; Yeh. 15:1-8; 17:-5-10; 19:10-14; Hos. 10:1-2; 14:7). Oleh karena tujuan keberadaan anggur ialah untuk menghasilkan buah, maka ketika Allah, secara simbolis, melihat Israel sebagai kebun anggur, Ia mengharapkan buah. Sayang, mengharapkan buah dari Israel ibarat pungguk merindukan bulan; maka ketika Israel ditipekan sebagai anggur, bukan keberbuahan melainkan kemandulan merekalah yang hendak disoroti (Beale & Carson, 2007). Berseberangan dengan kegagalan Israel, Yesus menyebut diri-Nya pokok anggur yang benar. Ia berhasil memenuhi harapan Allah yang gagal dipenuhi Israel, menghasilkan buah yang tidak dijumpai pada umat Israel. Sebagai anggur paradigmatis, Yesus memenuhi tujuan Allah untuk Israel: menghasilkan buah. Sama seperti Yesus, yang telah memenuhi harapan Bapa – ‘berbuah’, demikianlah sekarang Ia mengharapkan murid-murid-Nya pergi dan menghasilkan buah yang tetap (ay. 16).

Tetapi bagaimana caranya supaya para rasul dapat memenuhi harapan Yesus, guru mereka? Mereka harus tinggal di dalam Yesus dan kasih-Nya. Itulah syarat untuk berbuah, yang sekaligus menjadi makna ketiga dari meinate. Yesus menegaskan hal ini dalam ayat 4 – 8. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah terlepas dari pokoknya, demikianlah para murid jika mereka terpisah dari Yesus. Jika mereka tinggal di dalam Yesus, mereka akan berbuah banyak (ay. 5) dan doa-doa mereka akan didengar (ay 7), namun jika mereka terlepas dari Yesus, mereka akan dibuang ke luar, menjadi kering, dikumpulkan, dicampakkan ke dalam api kemudian dibakar (ay. 6). Israel gagal menghasilkan buah, karena ketegartengkukan dan ketidaksetiaan mereka terhadap Allah dan perjanjian-Nya. Ketidaksetiaan Israel telah membuat mereka menjadi anggur yang ‘mandul’. Yesus tidak menghendaki para murid-Nya menapaki jejak nenek moyang mereka.

Bukan hanya konfesi, melainkan juga misi, ...
Yesus menghendaki supaya murid-murid-Nya tinggal di dalam Dia dan kasih-Nya agar mereka dapat menghasilkan buah. Para rasul telah mengalami dan memiliki kasih yang menyelamatkan dari Bapa melalui Anak. Dengan kata lain Anak telah berbuah bagi Bapa. Para rasullah buah-buah itu. Sekarang giliran para murid. Mereka tidak hanya dipanggil untuk menjadi pengikut Yesus, tetapi juga menjadikan orang lain pengikut Yesus. Itulah ‘buah’ yang diharapkan dari mereka.
Mereka telah memenuhi harapan ini dengan baik. Mereka sudah tidak ada lagi. Tetapi ini tidak berarti perintah itu pun tidak ada lagi dan harapan Yesus untuk mendapatkan buah telah hilang. Perintah dan harapan itu sekarang ditujukan kepada Gereja; maka jika Gereja tidak menghasilkan buah, ia akan ‘dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar’ (ay 6). Tuhan dapat memakai tangan orang-orang yang tidak percaya untuk melakukan hukuman ini, seperti yang pernah dikerjakan-Nya terhadap bangsa Israel, yakni melalui Asyur dan Babel.
Meskipun Yesus menghendaki murid-murid-Nya berbuah, tetapi berbuah bukanlah tujuan akhir. Dalam ayat 8 disebutkan bahwa perintah untuk berbuah itu memiliki dua tujuan, yaitu supaya Bapa dipermuliakan dan supaya menjadi nyata bahwa mereka adalah murid-murid-Nya. Tujuan yang kedua ini mengindikasikan bahwa menjadi murid Kristus bukan hanya soal mengaku melainkan juga masalah kerja, bukan hanya soal konfesi melainkan juga misi, bukan hanya soal koinonia melainkan juga marturia, bukan hanya soal orthodoksi melainkan juga orthopraksis.

Yang terakhir yang terpenting.
Yohanes 15:1-17 adalah Amanat Agung versi Yohanes. ‘jadikanlah semua bangsa murid-Ku’ (Mat. 18:19) sama dengan ‘... pergi dan menghasilkan buah’ (Yoh. 15:16). Amanat Agung dalam Matius 28 dimulai dengan kalimat ‘segala kuasa ... telah diberikan kepada-Ku’ (ay. 18). Kalimat ini sama maknanya dengan ‘Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang telah memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu ...’ (Yoh. 15:16). Di dalam Injil Markus kita bertemu dengan perintah yang sama dalam pasal 16:15; lalu dalam Injil Lukas kita dapat membacanya dalam pasal 24:47-48.
Seberapa pentingkah ayat-ayat ini? Dalam catatan awal telah disebutkan bahwa Yohanis 15 adalah salah satu dari pasal-pasal perpisahan dalam Injil Yohanes. Demikian jugalah dalam ketiga kitab Injil lainnya perintah ini disampaikan dalam perikop-perikop perpisahan. Dalam tradisi orang Yahudi, apa yang terakhir dari sang rabi menjadi yang terutama bagi sang murid. Terbiasa dengan tradisi seperti ini, para rasul tentu sadar bahwa perintah Yesus menjelang perpisahan-Nya dengan mereka adalah sesuatu yang harus mereka utamakan atau prioritaskan. Bukan hanya itu: urgensi dan keutamaan perintah ini pun tersingkap dalam kenyataan bahwa semua kitab Injil memuatnya. Tidaklah mengherankan bahwa nyawa mereka sendiri pun tidak disayangkan. Mereka menjadi martir demi ketaatan mereka kepada amanat Sang Guru. Bagaimana dengan kita, gereja saat ini? Apa prioritas kita? YESUS MENGHARAPKAN KITA BERBUAH BAGI KEMULIAAN ALLAH. Harapan Yesus haruslah prioritas kita.

Soli deo gloria

Tidak ada komentar: