Rabu, 22 Januari 2014

Karunia Roh => bagian 06



D. Penyimpangan-penyimpangan dalam gereja.

Dean Anderson membagi karunia-karunia Roh dalam dua bagian, yakni karunia khusus dan karunia biasa (niet-bijzondere geschenken). Karunia khusus adalah manifestasi yang hanya dapat diberikan oleh Roh Kudus, dan tanpa karya-Nya dalam manusia tidak akan ada. Karunia-karunia itu adalah nubuat, bahasa lidah[1] - (lihat appendix 2) - dan tanda-tanda heran seperti kesembuhan dan pengusiran setan.[2]  Dalam praktik, ternyata bahwa penyimpangan yang terjadi selalu berkaitan dengan karunia-karunia khusus ini, baik menyangkut cara mendapatkannya maupun penggunaan serta gejala-gelajalanya. Untuk itu kita akan memberi perhatian kepada karunia-karunia khusus ini.

1. Baptisan Roh Kudus
Dalam kebanyakan gereja-gereja Pentakosta dan Kharismatik, baik dari first wave, second wave maupun third wave, baptisan Roh Kudus menjadi core doctrine. Benarkah Alkitab mengajarkan hal yang demikian? Apakah Kristus dan para rasul memang telah mengajarkan bahwa di setiap zaman, setelah Pentakosta, akan ada baptisan Roh Kudus?
Dalam seluruh PB, frase baptisan Roh Kudus hanya muncul 7 kali: 4 kali dalam kitab-kitab Injil (Mat 3:11; Mrk 1:8; Luk 3:16; Yoh 1:33) oleh Yohanes Pembaptis, 2 kali dalam KPR oleh Yesus dan Petrus (Kis 1:5; 11:16), dan yang terakhir oleh Paulus (1Kor 12:13). Yang menarik adalah bahwa Paulus yang berbicara banyak soal karunia Roh, hanya menyebut istilah ini satu kali saja dalam seluruh suratnya.[3]
Jika diperhatikan, maka kemunculan frase ini dalam keempat Injil sebenarnya hanya sekali atau paling banyak dua kali  diucapkan oleh Yohanes Pembaptis. Konteksnya adalah perbandingan: ia membandingkan dirinya dengan Yesus. Ia membaptis dengan air, sedangkan Yesus dengan Roh Kudus dan dengan api.
Artinya istilah ‘baptisan Roh Kudus’ hanya pernah 4 kali diucapkan dalam seluruh BP. Dari 4 kali penyebutan ini pun satu merupakan pengulangan. Petrus mengulang kata-kata Tuhan Yesus ( Kis 1:5) ketika mempertanggungjawabkan baptisan Kornelius di Yerusalem (Kis 11). Yang lebih menarik lagi adalah subyek atau orang yang akan membaptis dengan Roh Kudus ini. Baik Yohanes Pembaptis, Yesus maupun Petrus menyebutkan bahwa Yesuslah subyek baptisan Roh ini.  Jika kenyataan ini ditempatkan dalam konteks janji Yesus, maka istilah ‘membaptis dengan Roh Kudus’ sama dengan ‘mengutus Roh Kudus’ (Yoh. 16:7). Jadi jelaslah bahwa ‘baptisan Roh Kudus’ bukanlah pekerjaan seorang manusia betapun sucinya dia, melainkan pekerjaan Yesus.[4] Yesuslah yang mengutus Roh Kudus – bersama Bapa – seperti janjinya: ‘Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu’ (Yoh. 16:7). Perlu ditekankan sekalai lagi bahwa frase yang disalahpraktikkan karena salah mengerti - yakni ‘baptisan Roh Kudus’- ini harus ditempatkan dalam konteks janji Yesus, yakni bahwa Ia ‘akan mengutus Dia’. Yesus sendiri nampaknya menggunakan ‘mengutus’ dan ‘membaptis’ secara bergantian. Dalam Yohanes 16:7 ‘mengutus’ sedangkan dalam Kisah 1:5 ‘dibaptis’. Ini dikarenakan Yesus mengutip pernyataan Yohanes Pembaptis (Yoh 1:33, Mat 3:11 dan ayat-ayat paralelnya).
Dalam 1 Korintus 12:13  memang siapa yang membaptis tidak disebutkan. Anderson menulis seperti berikut: ‘Dialah Roh itu, yang dicurahkan oleh Kristus ke bumi, yang memungkinkan sesorang menjadi anggota tubuh Kristus oleh iman (bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan)’.[5]  Berbeda dengan ini, menurut Stephen Tong, Yesuslah yang membaptis dengan Roh Kudus di sini.[6]  Bahkan menurut Maris ‘maksud utama nas ini adalah untuk menekankan bahwa meskipun banyak perbedaan, semua orang di dalam jemaat diperintah oleh Roh yang sama’.[7]
Ketiga  pandangan ini kelihatan berbeda, tetapi pada hakekatnya sama. Memang benar bahwa Roh Kudus diutus oleh Yesus. Dalam hal ini Yesuslah yang membaptis (Tong), tetapi benar juga bahwa dalam sejarah keselamatan ada peran Roh Kudus pula. Dia telah mendapat tugas dari Kristus untuk memasukkan orang-orang pilihan ke dalam anggota tubuh-Nya yaitu gereja (Anderson).  Istilah yang dipakai Paulus sebagai tindakan menjadikan seseorang anggota tubuh Kristus itu adalah ‘dibaptis’. Dalam ayat ini Paulus tidak mengaitkan baptisan Roh dengan karunia, tetapi dengan masuknya seseorang ke dalam tubuh Kristus sebagai anggota.[8] Dan benar pula bahwa gereja diperintah oleh Roh yang sama, yaitu Roh Kristus (Maris).[9] Bagian ini sama sekali tidak berbicara tentang karunia-karunia Roh. Tidak juga mengenai sesuatu yang perlu diulang terus menerus.
Orang sering berpendapat bahwa peristiwa di Samaria dan Efesus adalah bukti bahwa ada dua fase dalam kehidupan orang percaya, yaitu fase regenerasi saat konversi dan fase baptisan dengan Roh (berkat kedua). Berdasarkan pemahaman ini orang kemudian gencar mencari dan mengajarkan baptisan Roh Kudus. Dualisme seperti ini tidak memiliki dasar dalam Alkitab. Pencurahan Roh Kudus dalam KPR adalah persistiwa unik dalam sejarah keselamatan. Dalam hal ini benar apa yang dikatakan Ferguson bahwa pengalaman para rasul dengan Roh Kudus memang bersifat progresif, tetapi pengalaman ini unik dan tidak dapat diulangi terus menerus. Dasar argumentasinya adalah karena para rasul hidup pada titik atau periode peralihan zaman perjanjian lama ke zaman perjanjian baru yang ditandai secara definitif oleh pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta.[10]
Di samping itu, peristiwa pencurahan Roh Kudus yang terjadi dalam KPR lebih tepat ditempatkan dalam konteks janji Tuhan Yesus dalam KPR 1:8. Di sana disebutkan beberapa wilayah geografis sebagai daerah target pemberitaan Injil oleh para rasul, yakni Yerusalem, Yudea, Samaria dan Ujung Bumi. Efesus tidak disebutkan di sini. Tetapi dalam konteks daerah sasaran misi, seperti yang diperintahkan Yesus (Kis 1:8), Efesus boleh disebut sebagai wakil dari ujung bumi. Orang sering berpendapat bahwa Korneliuslah wakil ujung bumi karena dia adalah orang bukan Yahudi. Meskipun pandangan ini benar jika sasaran dan penerimaan Injil ditempatkan dalam kategori kelompok suku atau etnis. [11]  Paulus memang selalu berbicara mengenai orang Yahudi dan bukan Yahudi. Tetapi pandangan ini lemah berdasarkan KPR 1:8 lantaran Yesus menyebut wilayah geografis bukan etnis. Di empat tempat inilah Alkitab mencatat secara eksplisit pencurahan Roh Kudus. Karena itu menurut saya Stephen Tong benar ketika mengatakan bahwa keempat tempat ini merupakan representasi dari pemberitaan Injil dalam sejarah.[12] Di samping itu, pencurahan Roh Kudus di keempat tempat ini – dengan atau tanpa manifestasi Roh tertentu seperti bahasa lidah dan nubuat – selalu mengharuskan kehadiran para rasul. Ini pasti berkaitan dengan peran mereka sebagai orang-orang khusus yang menjadi dasar berdirinya gereja Tuhan (Ef 2:20, bdk Mat 16:18[13]). Ini tidak serta merta berarti para rasul ini menjadi dasar gereja atas otoritas mereka sendiri. Tidak! Allah sendirilah yang membangun, tidak hanya melalui Kristus dan Roh Kudus (Ef. 2:18) tetapi juga para rasul dan nabi.[14] Faktor-faktor ini menjadi sebab mengapa pencurahan Roh Kudus pada masa para Rasul disebut unik dan tidak dapat diulang.  
            Jika demikian bagaimana dengan gereja pasca-para rasul? Bagaimana gereja ini memperoleh baptisan Roh Kudus? Secara status, kita terhisap ke dalam peristiwa kornelius, tetapi secara factual atau pengalaman, hal itu baru kita terima pada saat kita percaya. Bukankah kematian Kristus pun demikian? Dia mati waktu kita belum lahir. Tetapi Dia tidak perlu mengulangi peristiwa salib itu lagi.


[1] Khusus tentang bahasa lidah, sebenarnya perlu dipertanyakan terjemahan LAI. ‘Bahasa roh’ yang dipilih sebagai terjemahan dari glossa tidak memiliki dasar apa-apa dalam teks-teks di mana istilah itu muncul. Bisa jadi terjemahan seperti ini telah memberi kontribusi terhadap pemahaman dan praktik yang keliru selama ini, khususnya di Indonesia. Kritik terhadap terjemahan LAI ini dapat dibaca dalam appendix 2 (terlampir).
[2] R. D. Anderson, op. cit., 180-2
[3] Lihat Stephen Tong, Baptisan dan Karunia Roh Kudus, … 28-37
[4] Lihat juga Van Bruggen, Het evangelie van Gods Zoon, ...201. Menurutnya tidak ada orang lain, kecuali Yesus yang memiliki kuasa untuk memberikan Roh Kudus kepada manusia. Dalam PL (Ul. 11:25) memang Roh yang hinggap pada Musa sebagian berpindah kepada ke-70 tua-tua yang telah dipilih Musa. Tetapi pemindahan itu dilakukan oleh Allah, bukan oleh Musa. Musa berdiri ‘tanpa daya’ (machteloos) sambil berkata: Ah, kalau seluruh umat TUHAN menjadi nabi, oleh karena TUHAN memberi Roh-Nya hinggap kepada mereka!” (11:29)
[5] R. D. Anderson, op. cit., 187
[6] Stephen Tong, op. cit., 36.
[7] Hans Maris, Gerakan Kharismatik …, 53.
[8] Lihat Gordon D. Fee, God’s Empowering Presence … 180-1, 861
[9] Pembaca yang mau mendalami bagian ini, dapat membaca tulisan dari ketiga penulis ini (Anderson, Tong dan Maris)
[10] S. B. Ferguson, op. cit. 80
[11] Lihat Stephen Tong, op. cit., 62-3
[12] Stephen Tong, op. cit., …, 61
[13] Tafsiran Petra sebagai dasar berdirinya ekklessia yang baik dapat dilihat dalam Van Bruggen, MatteĆ¼s, ..., 308-13
[14] L. Floor, op. cit., …, 119-20

Tidak ada komentar: