D.
Penyimpangan-penyimpangan dalam gereja.
Dean
Anderson membagi karunia-karunia Roh dalam dua bagian, yakni karunia khusus dan
karunia biasa (niet-bijzondere geschenken).
Karunia khusus adalah manifestasi yang hanya dapat diberikan oleh Roh Kudus,
dan tanpa karya-Nya dalam manusia tidak akan ada. Karunia-karunia itu adalah
nubuat, bahasa lidah[1] -
(lihat appendix 2) - dan tanda-tanda heran seperti kesembuhan dan pengusiran
setan.[2] Dalam praktik, ternyata bahwa penyimpangan
yang terjadi selalu berkaitan dengan karunia-karunia khusus ini, baik
menyangkut cara mendapatkannya maupun penggunaan serta gejala-gelajalanya.
Untuk itu kita akan memberi perhatian kepada karunia-karunia khusus ini.
1.
Baptisan Roh Kudus
Dalam
kebanyakan gereja-gereja Pentakosta dan Kharismatik, baik dari first wave, second wave maupun third wave, baptisan Roh Kudus menjadi core doctrine. Benarkah Alkitab
mengajarkan hal yang demikian? Apakah Kristus dan para rasul memang telah
mengajarkan bahwa di setiap zaman, setelah Pentakosta, akan ada baptisan Roh
Kudus?
Dalam
seluruh PB, frase baptisan Roh Kudus hanya muncul 7 kali: 4 kali dalam
kitab-kitab Injil (Mat 3:11; Mrk 1:8; Luk 3:16; Yoh 1:33) oleh Yohanes
Pembaptis, 2 kali dalam KPR oleh Yesus dan Petrus (Kis 1:5; 11:16), dan yang
terakhir oleh Paulus (1Kor 12:13). Yang menarik adalah bahwa Paulus yang
berbicara banyak soal karunia Roh, hanya menyebut istilah ini satu kali saja
dalam seluruh suratnya.[3]
Jika
diperhatikan, maka kemunculan frase ini dalam keempat Injil sebenarnya hanya
sekali atau paling banyak dua kali diucapkan
oleh Yohanes Pembaptis. Konteksnya adalah perbandingan: ia membandingkan
dirinya dengan Yesus. Ia membaptis dengan air, sedangkan Yesus dengan Roh Kudus
dan dengan api.
Artinya istilah ‘baptisan Roh Kudus’
hanya pernah 4 kali diucapkan dalam seluruh BP. Dari 4 kali penyebutan ini pun
satu merupakan pengulangan. Petrus mengulang kata-kata Tuhan Yesus ( Kis 1:5) ketika
mempertanggungjawabkan baptisan Kornelius di Yerusalem (Kis 11). Yang lebih
menarik lagi adalah subyek atau orang yang akan membaptis dengan Roh Kudus ini.
Baik Yohanes Pembaptis, Yesus maupun Petrus menyebutkan bahwa Yesuslah subyek
baptisan Roh ini. Jika kenyataan ini
ditempatkan dalam konteks janji Yesus, maka istilah ‘membaptis dengan Roh
Kudus’ sama dengan ‘mengutus Roh Kudus’ (Yoh. 16:7). Jadi jelaslah bahwa
‘baptisan Roh Kudus’ bukanlah pekerjaan seorang manusia betapun sucinya dia,
melainkan pekerjaan Yesus.[4]
Yesuslah yang mengutus Roh Kudus – bersama Bapa – seperti janjinya: ‘Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu,
tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu’ (Yoh. 16:7). Perlu
ditekankan sekalai lagi bahwa frase yang disalahpraktikkan karena salah
mengerti - yakni ‘baptisan Roh Kudus’- ini harus ditempatkan dalam konteks
janji Yesus, yakni bahwa Ia ‘akan mengutus Dia’. Yesus sendiri nampaknya
menggunakan ‘mengutus’ dan ‘membaptis’ secara bergantian. Dalam Yohanes 16:7
‘mengutus’ sedangkan dalam Kisah 1:5 ‘dibaptis’. Ini dikarenakan Yesus mengutip
pernyataan Yohanes Pembaptis (Yoh 1:33, Mat 3:11 dan ayat-ayat paralelnya).
Dalam 1 Korintus
12:13 memang siapa yang membaptis tidak
disebutkan. Anderson menulis seperti berikut: ‘Dialah Roh itu, yang dicurahkan
oleh Kristus ke bumi, yang memungkinkan sesorang menjadi anggota tubuh Kristus
oleh iman (bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan)’.[5] Berbeda dengan ini, menurut Stephen
Tong, Yesuslah yang membaptis dengan Roh Kudus di sini.[6] Bahkan menurut Maris ‘maksud utama
nas ini adalah untuk menekankan bahwa meskipun banyak perbedaan, semua orang di
dalam jemaat diperintah oleh Roh yang
sama’.[7]
Ketiga pandangan ini kelihatan berbeda, tetapi pada
hakekatnya sama. Memang benar bahwa Roh Kudus diutus oleh Yesus. Dalam hal ini
Yesuslah yang membaptis (Tong), tetapi benar juga bahwa dalam sejarah
keselamatan ada peran Roh Kudus pula. Dia telah mendapat tugas dari Kristus
untuk memasukkan orang-orang pilihan ke dalam anggota tubuh-Nya yaitu gereja
(Anderson). Istilah yang dipakai Paulus
sebagai tindakan menjadikan seseorang anggota tubuh Kristus itu adalah
‘dibaptis’. Dalam ayat ini Paulus tidak mengaitkan baptisan Roh dengan karunia,
tetapi dengan masuknya seseorang ke dalam tubuh Kristus sebagai anggota.[8] Dan
benar pula bahwa gereja diperintah oleh Roh yang sama, yaitu Roh Kristus
(Maris).[9] Bagian
ini sama sekali tidak berbicara tentang karunia-karunia Roh. Tidak juga
mengenai sesuatu yang perlu diulang terus menerus.
Orang sering berpendapat
bahwa peristiwa di Samaria dan Efesus adalah bukti bahwa ada dua fase dalam
kehidupan orang percaya, yaitu fase regenerasi saat konversi dan fase baptisan
dengan Roh (berkat kedua). Berdasarkan pemahaman ini orang kemudian gencar mencari dan mengajarkan
baptisan Roh Kudus. Dualisme seperti ini tidak memiliki dasar dalam Alkitab.
Pencurahan Roh Kudus dalam KPR adalah persistiwa unik dalam sejarah
keselamatan. Dalam hal ini benar apa yang dikatakan Ferguson bahwa pengalaman
para rasul dengan Roh Kudus memang bersifat progresif, tetapi pengalaman ini
unik dan tidak dapat diulangi terus menerus. Dasar argumentasinya adalah karena
para rasul hidup pada titik atau periode peralihan zaman perjanjian lama ke
zaman perjanjian baru yang ditandai secara definitif oleh pencurahan Roh Kudus
pada hari Pentakosta.[10]
Di samping itu, peristiwa pencurahan Roh Kudus yang terjadi dalam KPR lebih
tepat ditempatkan dalam konteks janji Tuhan Yesus dalam KPR 1:8. Di sana
disebutkan beberapa wilayah geografis sebagai daerah target pemberitaan Injil
oleh para rasul, yakni Yerusalem, Yudea, Samaria dan Ujung Bumi. Efesus tidak
disebutkan di sini. Tetapi dalam konteks daerah sasaran misi, seperti yang
diperintahkan Yesus (Kis 1:8), Efesus boleh disebut sebagai wakil dari ujung
bumi. Orang sering berpendapat bahwa Korneliuslah wakil ujung bumi karena dia
adalah orang bukan Yahudi. Meskipun pandangan ini benar jika sasaran dan
penerimaan Injil ditempatkan dalam kategori kelompok suku atau etnis. [11]
Paulus memang selalu berbicara mengenai orang Yahudi dan bukan Yahudi. Tetapi
pandangan ini lemah berdasarkan KPR 1:8 lantaran Yesus menyebut wilayah
geografis bukan etnis. Di empat tempat inilah Alkitab mencatat secara eksplisit
pencurahan Roh Kudus. Karena itu menurut saya Stephen Tong benar ketika
mengatakan bahwa keempat tempat ini merupakan representasi dari pemberitaan
Injil dalam sejarah.[12] Di samping itu, pencurahan Roh
Kudus di keempat tempat ini – dengan atau tanpa manifestasi Roh tertentu
seperti bahasa lidah dan nubuat – selalu mengharuskan kehadiran para rasul. Ini
pasti berkaitan dengan peran mereka sebagai orang-orang khusus yang menjadi
dasar berdirinya gereja Tuhan (Ef 2:20, bdk Mat 16:18[13]). Ini
tidak serta merta berarti para rasul ini menjadi dasar gereja atas otoritas
mereka sendiri. Tidak! Allah sendirilah yang membangun, tidak hanya melalui
Kristus dan Roh Kudus (Ef. 2:18) tetapi juga para rasul dan nabi.[14] Faktor-faktor
ini menjadi sebab mengapa pencurahan Roh Kudus pada masa para Rasul disebut
unik dan tidak dapat diulang.
Jika demikian bagaimana dengan gereja pasca-para rasul? Bagaimana gereja
ini memperoleh baptisan Roh Kudus? Secara status, kita terhisap ke dalam
peristiwa kornelius, tetapi secara factual atau pengalaman, hal itu baru kita
terima pada saat kita percaya. Bukankah kematian Kristus pun demikian? Dia mati
waktu kita belum lahir. Tetapi Dia tidak perlu mengulangi peristiwa salib itu
lagi.
[1] Khusus tentang bahasa lidah,
sebenarnya perlu dipertanyakan terjemahan LAI. ‘Bahasa roh’ yang dipilih
sebagai terjemahan dari glossa tidak
memiliki dasar apa-apa dalam teks-teks di mana istilah itu muncul. Bisa jadi
terjemahan seperti ini telah memberi kontribusi terhadap pemahaman dan praktik
yang keliru selama ini, khususnya di Indonesia. Kritik
terhadap terjemahan LAI ini dapat dibaca dalam appendix 2 (terlampir).
[2] R.
D. Anderson, op. cit., 180-2
[3]
Lihat Stephen Tong, Baptisan dan Karunia
Roh Kudus, … 28-37
[4]
Lihat juga Van Bruggen, Het evangelie van
Gods Zoon, ...201. Menurutnya tidak ada orang lain, kecuali Yesus yang
memiliki kuasa untuk memberikan Roh Kudus kepada manusia. Dalam PL (Ul. 11:25)
memang Roh yang hinggap pada Musa sebagian berpindah kepada ke-70 tua-tua yang
telah dipilih Musa. Tetapi pemindahan itu dilakukan oleh Allah, bukan oleh Musa.
Musa berdiri ‘tanpa daya’ (machteloos)
sambil berkata: “ Ah, kalau
seluruh umat TUHAN menjadi nabi, oleh karena TUHAN memberi Roh-Nya hinggap
kepada mereka!” (11:29)
[5] R.
D. Anderson, op. cit., 187
[6]
Stephen Tong, op. cit., 36.
[7]
Hans Maris, Gerakan Kharismatik …, 53.
[8] Lihat Gordon D. Fee, God’s Empowering Presence … 180-1, 861
[9] Pembaca yang mau mendalami
bagian ini, dapat membaca tulisan dari ketiga penulis ini (Anderson, Tong dan
Maris)
[10] S. B. Ferguson, op. cit. 80
[11] Lihat Stephen Tong, op. cit., 62-3
[12] Stephen Tong, op. cit., …, 61
[13] Tafsiran Petra sebagai dasar berdirinya ekklessia
yang baik dapat dilihat dalam Van Bruggen, MatteĆ¼s, ..., 308-13
[14] L. Floor, op. cit., …, 119-20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar