4. Bahasa lidah dan
gejala-gejala yang aneh
Kelompok Pentakosta dan Kharismatik tertentu membedakan dua
macam bahasa lidah, glossolalia, gabungan
dari dua kata Yunani: glossa dal lalein (bdk 1Kor. 12:30), yakni bahasa
lidah sebagai bukti pertama dalam menerima baptisan Roh dan bahasa lidah
sebagai karunia berkata-kata dalam bahasa lain. Yang pertama merupakan
pengalaman yang biasa dan untuk semua orang (Kis 2), sedangkan yang kedua hanya
untuk orang-orang tertentu (1Kor 12:30).[1] Ini ajaran yang sama sekali tidak ada
dasarnya di dalam Alkitab, meskipun ada ayat-ayat yang dikutip sebagai
dasarnya. Alkitab tidak pernah membedakan dua macam bahasa lidah. Tetapi ajaran
yang tidak alkitabiah, meskipun ayatiah ini telah menarik perhatian seantero
dunia selama abad XX dan XXI. Bukannya berbondong-bondong mengerjakan Amanat
Agung, orang beramai-ramai mencari karunia ini. Kemungkinan besar kondisi ini
disebabkan karena karunia ini membuat orang merasa‘naik kelas’ dari orang
percaya biasa ke orang percaya khusus. Padahal menurut Paulus
bahasa lidah bukanlah tanda orang naik kelas. Justru sebaliknya ‘turun kelas’
(1Kor 14:22). Ini berarti kesombongan
yang menjadi dasar pencarian karunia ini, bukan dorongan untuk membangun
jemaat. Jika ini benar,
maka peristiwa taman Eden sedang terulang. Kali ini melalui bahasa lidah.
Memang sarananya berbeda, tetapi motivasi dasarnya sama: kesombongan.
Di samping itu, jika memang bahasa lidah adalah tanda –
artinya tanpa bahasa lidah tidak ada baptisan Roh – mengapa tidak ada satu ayat
pun yang menyinggunya? Bahasa lidah memang ada, tetapi tidak satu penulis PB
menyebutnya sebagai indikator bahwa seseorang telah dibaptis dengan Roh Kudus.
Jika saudara-saudara tertentu dari Pentakosta atau Kharismatik ini benar bahwa
bahasa lidah adalah tanda formal sudah atau belumnya seseorang menerima Roh
Kudus, berarti Paulus telah menghina dan merendahkan Roh Kudus lantaran ia
menganggap bahasa lidah – yang adalah tanda kehadiran-Nya itu – sebagai sesuatu
yang kurang penting dibanding dengan nubuat (1Kor 14:5-9). Menurut Paulus
bahasa lidah berpontensi mendatangkan kekacauan dalam jemaat. Mungkinkah Roh
Kudus memberikan sesuatu yang berpontesi menghancurkan jemaat ini sebagai ‘mahkota’
dari karunia-karunia-Nya? Pastilah tidak! Berdasarkan 1 Korintus 12:11 dan 28,
kita dapat mengatakan bahwa bahasa lidah tidak perlu dicari-cari atau
diusahakan. Karunia itu diberikan sesuai dengan kehendak Allah, bukan
berdasarkan permintaan peminat. Benarlah apa yang dikatakan Stephen Tong bahwa
baptisan Roh Kudus tidak mengindikasikan kehadiran gejala-gejala khusus,
misalnya bahasa lidah, sebagai suatu kemutlakan.[2]
Dalam kebaktian kelompok Pentakosta atau Kharismatik
tertentu yang mengagungkan bahasa lidah kita selalu mendengar kata-kata yang
sama yang diulang-ulang, yang diakui sebagai bahasa lidah, misalnya ‘sira laba
laba laba laba laba sikara laba laba ...’ atau ‘sanda lama sanda lama’.
Kata-kata yang tidak jelas apa artinya ini diulang terus menerus hingga
pengucapnya mencapai keadaan setengah sadar, setengah tidak. Jika benar ini
bahasa lidah – seperti yang diajarkan Alkitab – mengapa hanya itu-itu saja
setiap saat? Mengapa tidak ada yang tahu apa artinya? Dalam 1 Korintus 12-14,
Paulus tidak pernah mengajarkan bahwa bahasa lidah itu sama dan harus diulang
terus menerus diiringi musik dan nyanyian sampai trance. Praktik seperti ini tidak ada ‘jejaknya’ di dalam Kitab
Suci. Sebaliknya justru dalam praktik perdukunan dan penyembahan berhalalah
kita bertemu dengan pengalaman-pengalaman seperti ini.[3]
Yang
lebih spektakuler lagi adalah Toronto Blessing. Menurut Bambang Widjaya, salah
satu pelopor aliran kharismatik Toronto Blessing, manifestasi Roh Kudus itu
bermacam-macam. Tetapi gejala yang paling umum adalah rebah ke tanah,
berguling-guling, menangis, tertawa, mabuk dan mengaum seperti singa.[4]
Johm Wimber sendiri mengakui bahwa manifestasi Roh seperti ini tidak memiliki
‘bukti primer’ dalam Alkitab. ‘Bukti sekunder’ memang ada.[5] Tetapi
semua ayat yang mereka sebut sebagai bukti sekunder fenomena aneh ini sama
sekali tidak mendukung pandangan mereka. Gejala-gejala ini justru mengantar
kita bukan ke dalam Alkitab untuk menemukan siapa sumbernya, melainkan sebaliknya:
ke tempat perdukunan dan penyembahan berhala untuk menemukan siapa dalangnya.
“Seorang pengusaha kharismatik, yang mempelajari ilmu bela diri dan ilmu kegelapan sebelum bertobat, ketika
berkunjung ke Toronto yakin bahwa gejala tertawa terbahak-bahak ataupun mengaum
seperti singa yang dilihatnya adalah praktek biasa dalam dunia ilmu kegelapan
dan perdukunan yang dahulu dipelajarinya!”[6]
[1]
Frank M. Boyd, op. cit., ..., 106
[2]
Stephen Tong, op.cit., …, 81, lihat
juga tabel perbandingan manifestasi turunnya Roh Kudus dalam hal 74-5
[3] Lihat Herlianto, op. cit., …, 113-4
[4] Hasil ceramah, Toronto Blessing, Lawatan Roh Kudus
Untuk Masa Kini, GKPB Bandung 5-6 Mei 1995. Dikutip dari Herlianto, op. cit, …, 12.
[5] Herlianto, ibid. Karena keterbatasan ruang, ayat-ayat itu tidak dimuat dalam makalah
ini, tetapi dapat dibaca dalam buku karya Herlianto halaman 12-4.
[6] Herlianto, op. cit., … 116
1 komentar:
pembahasan karunia roh sangat menarik
Posting Komentar