2.
Perantara baptisan Roh Kudus
Berkaitan
dengan baptisan Roh Kudus, kita juga perlu melihat yang satu ini, yaitu
impartasi Roh Kudus. Dalam bukunya Holy Spirit – diterjemahkan oleh Gandum Mas
dengan judul ‘Roh Kudus Penolong Ilahi – Frank M. Boyd menulis bahwa orang percaya perlu sungguh-sungguh
mencari baptisan Roh Kudus dan harus ditolong untuk mendapatkan baptisan
itu. Memang tidak ada metode khusus yang melaluinya baptisan
Roh Kudus diterima. Tetapi ada kualifikasi tertentu yang harus dimiliki oleh orang-orang
yang dapat dibaptis dengan Roh Kudus, yaitu hati yang suci, hati yang mencari,
hati yang berserah, iman dan puji-pujian. Pertolongan yang melaluinya seseorang
memperoleh baptisan Roh menurut Boyd adalah dengan menumpangkan tangan, memberikan
petunjuk tentang hal-hal yang berkaitan dengan baptisan Roh [mengajajar?],
serta menciptakan suasana iman dan pujian di sekitar orang yang mencari itu
[penyembahan?].[1]
Yan
Hidayat, penulis buku Holy Spirit untuk SOM (Sekolah Orientasi Melayani),
memberikan pendapat yang sama. Menurutnya kualifikasi seperti menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Tuhan, meminta dengan pasti kepada Tuhan supaya Roh Kudus
diberikan, menyambut dengan yakin (iman yang bertindak) dan menanti dalam
pujian merupakan syarat untuk mendapatkan baptisan Roh Kudus. Ada pun
langkah-langkah untuk mendapatkan baptisan Roh Kudus adalah 1) dengan
penumpangan tangan oleh seorang hamba Tuhan. 2) ‘Allah sudah mengaruniakan dan mencurahkan Roh Kudus
pada hari Pentakosta. Allah sudah memberikanNya,
tinggal kita yang harus menerima karunia
itu’ (cetak miring MTW). 3) Setelah meneriman Roh Kudus, harus mulai
berbicara bahasa roh dengan iman. 4) Tidak boleh takut dan ragu-ragu untuk
menerima Roh Kudus dan bahasa roh. Kemudian Hidayat mengakhiri pokok ini
sebagai berikut: ‘Sudahkah saudara meneriman Roh Kudus dan berbahasa lidah...? Hubungilah
hamba-hamba Tuhan supaya mereka memberitahu saudara untuk berdoa dan memberi
penjelasan secara pribadi kepada saudara.’ [2] Beberapa
kesimpulan dapat ditarik dari kutipan-kutipan ini, antara lain:
Pertama, baptisan Roh Kudus diperoleh melalui penumpangan
tangan. Boyd mengatakan bahwa tidak ada metode khusus yang melaluinya seseorang
menerima baptisan Roh Kudus. Tetapi sebenarnya ia hanya bermain kata. Ia memang
tidak menggunakan kata metode tetapi langkah. Sama saja! Penumpangan tangan
adalah langkah yang direkomendasikan. Benarkah Alkitab mengajarkan bahwa
penumpangan tangan adalah langkah mendapatkan Roh Kudus dan
karunia-karunia-Nya? Tafsiran Van Eck berikut dapat menolong kita untuk melihat
apakah memang demikian. Penumpangan tangan terjadi beberapa kali dalam KPR:
6:6; 8:17-19; 9:12, 17; 13:3; 19:6 dan 28:8. Yang terakhir ini tidak ada kaitan
dengan Roh Kudus. Menurut Van Eck penumpangan tangan tidak hanya memiliki satu
maksud. Dalam Kisah 6:6 penumpangan tangan – seperti sudah disebutkan ketika
membahas cara penerimaan Roh Kudus di atas - merupakan peneguhan atas pilihan
jemaat; dalam 13:3 sebagai peneguhan atas pilihan Roh Kudus; dalam 8:17; 9:17
dan 19:6 penumpangan tangan dihubungkan dengan Roh Kudus dan
karunia-karunia-Nya. Siapa yang menumpangkan tangan pun variatif. Dalam Kisah 6
kedua belas rasul, dalam 8:17 Petrus dan Yohanes sebagai wakil dari kedua belas
rasul, dalam 9:17 anggota jemaat, dalam 19:6 Paulus melakukannya sebagai rasul,
dan dalam 13:3 semua anggota jemaat atas Paulus dan Barnabas. Meskipun dalam
6:6, 8:17 dan 19:6 penumpangan tangan dilakukan oleh mereka yang memiliki
jabatan (rasul), tetapi menurut Van Eck tindakan ini tidak terikat secara
eksklusif kepada para pejabat tertentu saja. Anggota jemaat entah secara
individu atau secara bersama-sama dapat menumpangkan tangan jika memang
diperlukan.[3]
Dua gagasan utama dapat kita lihat dari
tafsiran ini. a) penumpangan tangan tidak selalu berhubungan dengan pencurahan
Roh Kudus dan karunia-karunia-Nya. b) penumpangan tangan bukanlah hak
prerogatif seorang pejabat gereja. Dalam kenyataannya, saudara-saudara dari
kelompok Pentakosta dan Kharismatik tertentu telah menjadikan penumpangan
tangan sebagai the special way dan
hamba-hamba Tuhan sebagai the
authoritative person berkaitan dengan baptisa Roh Kudus.
Kedua, penerimaan baptisan Roh Kudus bergantung pada
kesungguhan si penerima. Dalam bahasa Hidayat ‘Allah sudah memberikanNya, tinggal kita yang harus menerima karunia
itu’. Benarkah penerimaan Roh Kudus
sebagai karunia bergantung pada kesediaan atau usaha penerima? Ketika berbicara
kepada jemaat di Korintus, Paulus memang menasihati mereka – yang sedang salah
dalam pemahaman dan penggunaan karunia Roh – untuk ‘berusaha’, zeloo , memperoleh karunia-karunia yang
lebih utama (1Kor 12:31a, bdk 14:1, 39). Kata zeloo sering dimengerti seolah-olah
Paulus menginstruksikan orang-orang percaya di Korintus untuk mendapatkan
karunia-karunia yang paling utama atas usaha sendiri. Pasti bukan ini maksud
Paulus sebab dalam 12:11 (bdk ay 28) Ia mengatakan bahwa karunia-karunia ini
diberikan ‘oleh Roh yang satu dan yang sama … seperti yang
dikehendaki-Nya’. Menurut Anderson
meskipun kata zeloo berarti berusaha, tetapi dalam konteks ini
artinya adalah ‘mengagumi’, ‘memuji’. Inilah arti yang dengan tepat menjelaskan
maksud Paulus dalam pasal ini yaitu bahwa orang-orang percaya di Korintus harus
lebih mengarahkan diri kepada karunia-karunia yang dapat membangun semua
anggota jemaat dalam ibadah. Maksud Paulus bukanlah supaya semua orang
mendapatkan karunia-karunia itu, melainkan bahwa dalam ibadah karunia-karunia
utama diberi tempat lebih dibanding bahasa-bahasa yang tidak dimengerti oleh
siapa pun. Pasal 14:39 pun menurut Anderson memiliki maksud yang demikian.
Dengan memperhatikan 12:31a, ayat ini berarti bahwa jika dalam ibadah hadir
seorang rasul, dia-lah yang harus mendapat kesempatan utama untuk berbicara.[4]
Ketiga, mereka yang sungguh-sungguh ini harus ditolong oleh
hamba-hamba Tuhan dengan mengajar dan membawa mereka dalam doa, pujian dan
penyembahan. Sulit untuk mendapatkan dukungan Alkitab untuk ajaran seperti ini.
Kehadiran Roh Kudus dalam gereja mula-mula
(Kis 2, 6, 8, 10 dan 19) terjadi di luar program yang terstruktur dari
manusia. Allah-lah yang mengendalikan semua itu. Dia yang memberi perintah agar
para murid tidak meninggalkan Yerusalem; Dia juga yang memberi perintah agar
Petrus ke Yudea, bertemu dengan Kornelius. Murid-murid memang berkumpul dan
duduk di suatu tempat (Kis 2:1-2), tetapi apa yang mereka lakukan? Apakah
mereka menyembah dalam pujian penyembahan yang gegap gempita, disertai isak
tangis dan doa-doa yang menuntut supaya Roh Kudus diberikan kepada mereka? Atau apakah
mereka sedang menerima pelajaran tentang bagaimana menerima baptisan Roh Kudus?
Jelas tidak! Yang paling mungkin adalah mereka duduk-duduk sambil
bercakap-cakap tentang maksud dari perintah Yesus ini. Dalam peristiwa di
Samaria pun tidak ada laporan bahwa mereka yang sudah percaya itu sedang diajar
oleh Filipus bagaimana menerima Roh Kudus. Juga tidak ada catatan bahwa
kehadiran Petrus dan Yohanes di sana bertujuan untuk menolong mereka menima Roh
Kudus. Kedua rasul ini diutus dari Yerusalem untuk mengecek kebenaran berita
bahwa Samaria pun telah menerima Injil. Bahkan ketika Petrus
disuruh Tuhan bertemu Kornelius di Yudea, ia tidak tahu untuk apa ia dipanggil
ke sana (Kis 10:29). Ia baru tahu
apa yang harus dikerjakan setelah mendengar cerita Kornelius (Kis 10:34 dst). Kisah
19 pun tidak mengajarkan hal ini. Bavinck – ketika berbicara tentang perbedaan
antara baptisan air dan baptisan Roh - memang berpendapat bahwa turunnya Roh
Kudus yang disertai dengan bahasa lidah dan nubuat ini terjadi oleh penumpangan
tangan.[5]
Namun perlu diperhatikan bahwa penumpangan tangan tidak selalu berkaitan dengan
pemberian Roh Kudus (Kis 6:1-6). Bahkan Roh Kudus turun ke atas orang-orang
tertentu, seperti Kornelius dan seisi rumahnya (Kis 10) tanpa penumpangan
tangan. Kalau begitu apakah ritual penumpangan tangan bukanlah ajaran Alkitab?
Jawabanya tentu ‘ya’. Alkitab memang mengajarkan penumpangan tangan dalam
rangka pemberian berkat. Yang perlu diperhatikan adalah penumpangan atau
peletakkan tangan sebagai suatu ‘keharusan’.
Keempat,
bahasa lidah adalah tanda bahwa
seseorang telah dibaptis dengan Roh Kudus. Bagian ini akan dibahas tersendiri
setelah pokok mengenai nabi dan nubuat.
Jadi Alkitab mengajari kita bahwa baik karunia-karunia
Roh maupun cara penerimaannya tidak berdasarkan permintaan kita melainkan
berdasarkan kehendak Allah yang berdaulat. Juga Alkitab tidak mengajari kita
bahwa karunia-karunia yang pemberiannya berdasarkan kehendak Allah itu perlu
diperantarai oleh seseorang yang lain melalui penumpangan tangan. Roh Kudus
akan datang kepada orang-orang pilihan dengan cara yang dipilih-Nya sendiri
pada saat injil diberitakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar