Rabu, 22 Januari 2014

Karunia Roh => bagian 07



2. Perantara baptisan Roh Kudus

Berkaitan dengan baptisan Roh Kudus, kita juga perlu melihat yang satu ini, yaitu impartasi Roh Kudus. Dalam bukunya Holy Spirit – diterjemahkan oleh Gandum Mas dengan judul ‘Roh Kudus Penolong Ilahi –  Frank M. Boyd menulis   bahwa orang percaya perlu sungguh-sungguh mencari baptisan Roh Kudus dan harus ditolong untuk mendapatkan baptisan itu.  Memang tidak ada metode khusus yang melaluinya baptisan Roh Kudus diterima. Tetapi ada kualifikasi tertentu yang harus dimiliki oleh orang-orang yang dapat dibaptis dengan Roh Kudus, yaitu hati yang suci, hati yang mencari, hati yang berserah, iman dan puji-pujian.  Pertolongan yang melaluinya seseorang memperoleh baptisan Roh menurut Boyd adalah dengan menumpangkan tangan, memberikan petunjuk tentang hal-hal yang berkaitan dengan baptisan Roh [mengajajar?], serta menciptakan suasana iman dan pujian di sekitar orang yang mencari itu [penyembahan?].[1]
Yan Hidayat, penulis buku Holy Spirit untuk SOM (Sekolah Orientasi Melayani), memberikan pendapat yang sama. Menurutnya kualifikasi seperti menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, meminta dengan pasti kepada Tuhan supaya Roh Kudus diberikan, menyambut dengan yakin (iman yang bertindak) dan menanti dalam pujian merupakan syarat untuk mendapatkan baptisan Roh Kudus. Ada pun langkah-langkah untuk mendapatkan baptisan Roh Kudus adalah 1) dengan penumpangan tangan oleh seorang hamba Tuhan. 2) ‘Allah sudah mengaruniakan dan mencurahkan Roh Kudus pada hari Pentakosta.  Allah sudah memberikanNya, tinggal kita yang harus menerima karunia itu’ (cetak miring MTW). 3) Setelah meneriman Roh Kudus, harus mulai berbicara bahasa roh dengan iman. 4) Tidak boleh takut dan ragu-ragu untuk menerima Roh Kudus dan bahasa roh. Kemudian Hidayat mengakhiri pokok ini sebagai berikut: ‘Sudahkah saudara meneriman Roh Kudus dan berbahasa lidah...? Hubungilah hamba-hamba Tuhan supaya mereka memberitahu saudara untuk berdoa dan memberi penjelasan secara pribadi kepada saudara.’ [2] Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari kutipan-kutipan ini, antara lain:
Pertama, baptisan Roh Kudus diperoleh melalui penumpangan tangan. Boyd mengatakan bahwa tidak ada metode khusus yang melaluinya seseorang menerima baptisan Roh Kudus. Tetapi sebenarnya ia hanya bermain kata. Ia memang tidak menggunakan kata metode tetapi langkah. Sama saja! Penumpangan tangan adalah langkah yang direkomendasikan. Benarkah Alkitab mengajarkan bahwa penumpangan tangan adalah langkah mendapatkan Roh Kudus dan karunia-karunia-Nya? Tafsiran Van Eck berikut dapat menolong kita untuk melihat apakah memang demikian. Penumpangan tangan terjadi beberapa kali dalam KPR: 6:6; 8:17-19; 9:12, 17; 13:3; 19:6 dan 28:8. Yang terakhir ini tidak ada kaitan dengan Roh Kudus. Menurut Van Eck penumpangan tangan tidak hanya memiliki satu maksud. Dalam Kisah 6:6 penumpangan tangan – seperti sudah disebutkan ketika membahas cara penerimaan Roh Kudus di atas - merupakan peneguhan atas pilihan jemaat; dalam 13:3 sebagai peneguhan atas pilihan Roh Kudus; dalam 8:17; 9:17 dan 19:6 penumpangan tangan dihubungkan dengan Roh Kudus dan karunia-karunia-Nya. Siapa yang menumpangkan tangan pun variatif. Dalam Kisah 6 kedua belas rasul, dalam 8:17 Petrus dan Yohanes sebagai wakil dari kedua belas rasul, dalam 9:17 anggota jemaat, dalam 19:6 Paulus melakukannya sebagai rasul, dan dalam 13:3 semua anggota jemaat atas Paulus dan Barnabas. Meskipun dalam 6:6, 8:17 dan 19:6 penumpangan tangan dilakukan oleh mereka yang memiliki jabatan (rasul), tetapi menurut Van Eck tindakan ini tidak terikat secara eksklusif kepada para pejabat tertentu saja. Anggota jemaat entah secara individu atau secara bersama-sama dapat menumpangkan tangan jika memang diperlukan.[3]  Dua gagasan utama dapat kita lihat dari tafsiran ini. a) penumpangan tangan tidak selalu berhubungan dengan pencurahan Roh Kudus dan karunia-karunia-Nya. b) penumpangan tangan bukanlah hak prerogatif seorang pejabat gereja. Dalam kenyataannya, saudara-saudara dari kelompok Pentakosta dan Kharismatik tertentu telah menjadikan penumpangan tangan sebagai the special way dan hamba-hamba Tuhan sebagai the authoritative person berkaitan dengan baptisa Roh Kudus.   
Kedua, penerimaan baptisan Roh Kudus bergantung pada kesungguhan si penerima. Dalam bahasa Hidayat ‘Allah sudah memberikanNya, tinggal kita yang harus menerima karunia itu’.  Benarkah penerimaan Roh Kudus sebagai karunia bergantung pada kesediaan atau usaha penerima? Ketika berbicara kepada jemaat di Korintus, Paulus memang menasihati mereka – yang sedang salah dalam pemahaman dan penggunaan karunia Roh – untuk ‘berusaha’, zeloo , memperoleh karunia-karunia yang lebih utama (1Kor 12:31a, bdk 14:1, 39).   Kata zeloo sering dimengerti seolah-olah Paulus menginstruksikan orang-orang percaya di Korintus untuk mendapatkan karunia-karunia yang paling utama atas usaha sendiri. Pasti bukan ini maksud Paulus sebab dalam 12:11 (bdk ay 28) Ia mengatakan bahwa karunia-karunia ini diberikan ‘oleh Roh yang satu dan yang sama … seperti yang dikehendaki-Nya’.  Menurut Anderson meskipun kata zeloo  berarti berusaha, tetapi dalam konteks ini artinya adalah ‘mengagumi’, ‘memuji’. Inilah arti yang dengan tepat menjelaskan maksud Paulus dalam pasal ini yaitu bahwa orang-orang percaya di Korintus harus lebih mengarahkan diri kepada karunia-karunia yang dapat membangun semua anggota jemaat dalam ibadah. Maksud Paulus bukanlah supaya semua orang mendapatkan karunia-karunia itu, melainkan bahwa dalam ibadah karunia-karunia utama diberi tempat lebih dibanding bahasa-bahasa yang tidak dimengerti oleh siapa pun. Pasal 14:39 pun menurut Anderson memiliki maksud yang demikian. Dengan memperhatikan 12:31a, ayat ini berarti bahwa jika dalam ibadah hadir seorang rasul, dia-lah yang harus mendapat kesempatan utama untuk berbicara.[4]
Ketiga, mereka yang sungguh-sungguh ini harus ditolong oleh hamba-hamba Tuhan dengan mengajar dan membawa mereka dalam doa, pujian dan penyembahan. Sulit untuk mendapatkan dukungan Alkitab untuk ajaran seperti ini. Kehadiran Roh Kudus dalam gereja mula-mula  (Kis 2, 6, 8, 10 dan 19) terjadi di luar program yang terstruktur dari manusia. Allah-lah yang mengendalikan semua itu. Dia yang memberi perintah agar para murid tidak meninggalkan Yerusalem; Dia juga yang memberi perintah agar Petrus ke Yudea, bertemu dengan Kornelius. Murid-murid memang berkumpul dan duduk di suatu tempat (Kis 2:1-2), tetapi apa yang mereka lakukan? Apakah mereka menyembah dalam pujian penyembahan yang gegap gempita, disertai isak tangis dan doa-doa yang menuntut supaya  Roh Kudus diberikan kepada mereka? Atau apakah mereka sedang menerima pelajaran tentang bagaimana menerima baptisan Roh Kudus? Jelas tidak! Yang paling mungkin adalah mereka duduk-duduk sambil bercakap-cakap tentang maksud dari perintah Yesus ini. Dalam peristiwa di Samaria pun tidak ada laporan bahwa mereka yang sudah percaya itu sedang diajar oleh Filipus bagaimana menerima Roh Kudus. Juga tidak ada catatan bahwa kehadiran Petrus dan Yohanes di sana bertujuan untuk menolong mereka menima Roh Kudus. Kedua rasul ini diutus dari Yerusalem untuk mengecek kebenaran berita bahwa Samaria pun telah menerima Injil. Bahkan ketika Petrus disuruh Tuhan bertemu Kornelius di Yudea, ia tidak tahu untuk apa ia dipanggil ke sana (Kis 10:29). Ia baru tahu apa yang harus dikerjakan setelah mendengar cerita Kornelius (Kis 10:34 dst). Kisah 19 pun tidak mengajarkan hal ini. Bavinck – ketika berbicara tentang perbedaan antara baptisan air dan baptisan Roh - memang berpendapat bahwa turunnya Roh Kudus yang disertai dengan bahasa lidah dan nubuat ini terjadi oleh penumpangan tangan.[5] Namun perlu diperhatikan bahwa penumpangan tangan tidak selalu berkaitan dengan pemberian Roh Kudus (Kis 6:1-6). Bahkan Roh Kudus turun ke atas orang-orang tertentu, seperti Kornelius dan seisi rumahnya (Kis 10) tanpa penumpangan tangan. Kalau begitu apakah ritual penumpangan tangan bukanlah ajaran Alkitab? Jawabanya tentu ‘ya’. Alkitab memang mengajarkan penumpangan tangan dalam rangka pemberian berkat. Yang perlu diperhatikan adalah penumpangan atau peletakkan tangan sebagai suatu ‘keharusan’.
Keempat, bahasa lidah adalah tanda bahwa seseorang telah dibaptis dengan Roh Kudus. Bagian ini akan dibahas tersendiri setelah pokok mengenai nabi dan nubuat.
Jadi Alkitab mengajari kita bahwa baik karunia-karunia Roh maupun cara penerimaannya tidak berdasarkan permintaan kita melainkan berdasarkan kehendak Allah yang berdaulat. Juga Alkitab tidak mengajari kita bahwa karunia-karunia yang pemberiannya berdasarkan kehendak Allah itu perlu diperantarai oleh seseorang yang lain melalui penumpangan tangan. Roh Kudus akan datang kepada orang-orang pilihan dengan cara yang dipilih-Nya sendiri pada saat injil diberitakan.


[1] Frank M. Boyd, Roh Kudus Penolong Ilahi, …, 76-85
[2] Yan Hidayat, op. cit., 22-5
[3] John van Eck, Handelingen, ..., 175
[4] R. D. Anderson, op. cit., 191-2
[5] H. Bavinck, Reformed Dogmatics: Holly Spirit …, 501-3.

Tidak ada komentar: